Kendari – Kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pencurian ore nikel sebanyak 80 ribu metrik ton (MT) oleh PT Multi Bumi Sejahtera (MBS) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Selasa (30/9).
Perkara ini menarik perhatian publik setelah nama mantan Kapolda Sulawesi Tenggara, Irjen Pol (Purn) Merdisyam, disebut dalam persidangan.
Sidang perdana yang berlangsung hampir enam jam itu menghadirkan tujuh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI. Dua orang, yakni Deny Zainal Ahudin dan istrinya, Maliatin, duduk di kursi terdakwa. Perkara terdaftar dengan nomor 293 dan 294/pid.B/2025/PN Kdi.
Dalam sidang diungkap bahwa kasus ini bermula pada tahun 2020 di Desa Dunggua, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe.
Pelapor, Budi Yuwono, mengklaim sebagai pemilik sah 100 ribu MT ore nikel berdasarkan putusan PN Kendari Nomor 563/pid.B/2018/PN Kdi tertanggal 16 Januari 2019. Namun, ia menuding 80 ribu MT ore nikel miliknya diambil tanpa izin oleh PT MBS.
Budi bahkan menyebut pengambilan ore itu dikawal oknum anggota polisi bersenjata lengkap dengan surat perintah bernomor Sprin 906/VIII/PAM/.3.3/2020 yang ditandatangani Kapolda Sultra kala itu, Irjen Pol Merdisyam.
“Dugaan saya, surat itu dijadikan dasar untuk membekingi pencurian ore nikel, yang kemudian dijual ke PT Satya Karya Mineral dan disuplai ke smelter Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI),” ujar Budi.
Ia juga mengeklaim sempat kecewa lantaran Pasal 362 KUHP tentang pencurian dihapus dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik Mabes Polri. “Saya menduga ada intervensi oknum jenderal polisi. Saya sudah lapor ke Kapolri dan Presiden, dan akan bawa ini ke DPR untuk RDP. Yang saya cari hanya keadilan,” tegas Budi sembari menunjukkan bukti laporannya ke media.
Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan digelar pada 6, 7, 8, dan 10 Oktober 2025 di PN Kendari.
Mantan Karyawan PT MBS Bantah Merdisyam Terlibat
Tudingan yang menyeret nama mantan Kapolda Sultra Irjen Pol (Purn) Merdisyam langsung dibantah oleh Rustam Saranani, warga Amonggedo yang juga pernah bekerja di PT MBS. Ia menegaskan, Merdisyam sama sekali tidak terlibat dalam perkara antara Deny Zainal Ahudin dan Budi Yuwono.
“Tidak ada keterlibatan Pak Merdisyam dalam kasus ini. Ini murni perselisihan antara kedua pihak,” ujar Rustam, Kamis (9/10).
Rustam menjelaskan, persoalan antara Deny dan Budi sebenarnya sudah terjadi sejak 2016, jauh sebelum Merdisyam menjabat sebagai Kapolda Sultra pada 2019. “Ini perkara lama, tahun 2016. Jadi jelas tidak ada kaitannya dengan Pak Merdisyam,” tegasnya.
Soal surat perintah Sprin 906/VIII/PAM/.3.3/2020, Rustam membenarkan keberadaannya, namun menurutnya surat itu adalah respons resmi Polda Sultra terhadap permintaan pengamanan dari PT MBS di lokasi tambang.
“Brimob datang bukan untuk membekingi pencurian, tapi menjalankan tugas pengamanan sesuai permintaan perusahaan,” jelasnya.
Rustam juga membantah klaim Budi yang menyebut ada 80 ribu MT ore nikel yang dicuri. Menurutnya, volume ore di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT MBS hanya 42 ribu MT, dan sebagian merupakan milik Koperasi Desa Dunggua serta PT MBS.
“Budi itu hanya punya dua tumpukan ore sekitar 10 ribu MT, yang sebenarnya diberikan Deny sebagai jaminan atas pinjaman Rp1 miliar. Dan sampai sekarang ore itu masih ada di lokasi, tidak pernah dicuri,” ungkap Rustam.
Ia menambahkan, Budi sebelumnya sepakat membantu pengurusan administrasi tambang dan dijanjikan bisa menambang setelahnya, namun tidak pernah melakukan aktivitas selama setahun penuh.
“Tidak ada penggelapan, tidak ada pencurian. Semua masih di tempatnya sampai hari ini,” tutup Rustam.
Editor: Redaksi








