Sungai Watalara Keruh, Aktivis: Bukan Banjir, Tapi Akibat Tambang PT TBS

Korum Sultra melaporkan PT TBS ke DLH Sultra. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Sungai Watalara yang mengalir di Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, mengalami perubahan warna menjadi cokelat keruh, memicu aksi protes dari berbagai kelompok masyarakat.

Konsorsium Mahasiswa Sultra (Korum Sultra), yang terdiri dari AMPLK, Jangkar Sultra, dan Amara Sultra, menuding bahwa pencemaran ini disebabkan oleh aktivitas pertambangan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS).

Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Bottom, menyatakan bahwa perusahaan tambang tersebut tidak mengelola limbah dengan baik, yang menyebabkan lumpur tambang mencemari aliran sungai dan pesisir pantai.

“Foto-foto yang beredar itu jelas menunjukkan kerusakan lingkungan. Bukan banjir seperti yang diklaim pihak PT TBS, tetapi keruhnya air akibat lumpur tambang. Mereka tidak membangun kolam sedimen, sehingga limbah tambang mengalir langsung ke sungai,” tegas Malik, Kamis (16/1).

Malik juga menambahkan bahwa permasalahan ini bukan kali pertama terjadi. Pada Rabu (8/1), kejadian serupa juga dilaporkan, dan perusahaan dianggap hanya mencari pembenaran melalui klarifikasi yang dianggap tidak memadai.

“Jejak digital menunjukkan keluhan masyarakat sudah lama terdengar. Petani dan nelayan kehilangan mata pencaharian karena tanah dan laut tercemar. Kalau perusahaan melakukan rekayasa sosial, masalah ini tidak akan terjadi,” tambah Malik.

Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim, juga menyebut bahwa dugaan pencemaran ini melanggar sejumlah aturan lingkungan, seperti Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengelolaan air limbah usaha pertambangan.

“Kami menduga PT TBS tidak mematuhi standar pengelolaan limbah. Lumpur yang mengalir ke sungai dan pesisir pantai ini jelas merusak ekosistem dan mengancam mata pencaharian masyarakat setempat,” kata Ibrahim.

Menanggapi tudingan tersebut, Humas PT TBS, Nindra, membantah keras dugaan pencemaran lingkungan yang dilontarkan oleh para aktivis.

Dalam klarifikasinya, Nindra menjelaskan bahwa perubahan warna air sungai bukanlah akibat dari aktivitas pertambangan, melainkan karena faktor cuaca.

“Itu bukan banjir atau pencemaran tambang. Foto yang ramai beredar diambil saat curah hujan tinggi, dan tambang kami sedang tidak beroperasi. Jadi, ini adalah kesalahpahaman,” ujar Nindra, dikutip dari Penasultra.id, Kamis (16/1).

Korum Sultra pun mendesak agar pihak berwenang segera menindaklanjuti laporan ini. Mereka telah melaporkan dugaan pelanggaran lingkungan kepada Polda Sultra, Inspektur Tambang Sultra, DLH Sultra, dan Pos Gakkum KLHK Kendari, dengan bukti-bukti yang telah mereka kumpulkan.

“Kami sudah menyerahkan bukti-bukti, termasuk dokumentasi dari lapangan. Sekarang tinggal menunggu tindakan tegas dari pihak terkait,” ujar Malik mengakhiri.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!
Exit mobile version