Kendari – Polemik surat yang ditandatangani Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suleha Sanusi, dan mencatut nama serta stempel Ketua DPRD Sultra, terus menuai sorotan. Surat yang ditujukan ke PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS) itu dinilai mencoreng marwah lembaga legislatif.
Anggota Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi, mengaku geram. Ia menilai langkah Suleha membuat surat tersebut tanpa melalui pembahasan internal komisi merupakan tindakan yang menyalahi aturan.
“Surat itu tidak pernah dibahas di Komisi III. Tiba-tiba muncul dan dikirim ke PT TMS dengan cara yang menabrak aturan. Ini lembaga rakyat, bukan lembaga pribadi,” tegas Suwandi, Senin (6/10).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan, bila isi surat tersebut benar-benar bertujuan untuk kepentingan masyarakat lingkar tambang, seharusnya dibahas secara terbuka bersama anggota komisi.
Dia menilai langkah sepihak itu menimbulkan kecurigaan adanya kepentingan tertentu.
“Kalau niatnya baik, kenapa tidak pernah dibahas di Komisi III. Langsung main tabrak aturan. Ada apa di balik itu. Jangan-jangan ada kepentingan terselubung,” ujarnya.
Suwandi menilai pencatutan lembaga DPRD merupakan pelanggaran berat yang tidak bisa diselesaikan dengan teguran semata. Ia meminta Badan Kehormatan (BK) DPRD Sultra bersikap profesional dan tegas agar kejadian serupa tak terulang.
“Kalau hanya dianggap pelanggaran ringan, nanti bisa terulang lagi. Padahal ini sudah masuk ranah penyalahgunaan kewenangan,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suleha Sanusi, belum memberikan tanggapan terkait persoalan ini meski telah dimintai keterangan.
Diketahui, Suleha Sanusi mengakui menandatangani surat yang dikirim ke PT TMS pada 15 Agustus 2025. Namun, ia mengklaim tidak menyusun draf, kop surat, maupun stempel yang digunakan.
Pernyataan itu diperkuat Sekretaris DPRD Sultra, La Ode Butolo, yang menegaskan bahwa surat tersebut bukan produk sekretariat DPRD, melainkan murni inisiatif pribadi Suleha Sanusi.
Pengakuan Suleha justru menimbulkan tanda tanya baru: siapa pihak di balik penyusunan surat kontroversial itu. Dugaan keterlibatan pihak eksternal mencuat, termasuk kemungkinan adanya intervensi dari lingkaran politik Suleha sendiri.
Editor: Denyi Risman







