Muna Barat – Kabupaten Muna Barat seperti tamu di rumah sendiri—memiliki lahan subur dan potensi besar, tetapi masih bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah.
Menyadari kondisi ini, Anggota DPRD Muna Barat, La Ode Harlan Sadia, menggagas Kelompok Usaha Bersama (KUB) untuk membangkitkan kemandirian ekonomi dan pangan di Kecamatan Lawa.
Dari delapan desa dan kelurahan di kecamatan tersebut, enam sudah memiliki KUB yang langsung dinotariskan. Biaya notaris ditanggung oleh Harlan secara pribadi, sementara masyarakat hanya perlu menyiapkan nama ketua, bendahara, dan anggota sesuai persyaratan yang ditentukan.
“Enam kelompok ini baru tahap awal. Ke depan, saya akan buatkan satu kelompok di setiap desa, khususnya di wilayah Dapil Dua, yakni Kecamatan Lawa, Barangka, Wadaga, dan Tiworo Selatan,” ujar Harlan, Kamis (13/2).
Ketua Komisi III DPRD Muna Barat ini juga menekankan bahwa masyarakat harus jeli melihat peluang dari program nasional, salah satunya Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ia mendorong warga untuk tidak sekadar menjadi penerima manfaat, tetapi juga berperan sebagai penyedia bahan pangan agar perputaran ekonomi tetap berada di Muna Barat.
“Pertanyaannya, apakah kita di Muna Barat ini bisa menyediakan alat dan bahannya? Seperti telur, sayur, beras, dan sebagainya. Apakah telur yang akan didistribusikan untuk makan bergizi gratis itu berasal dari Kecamatan Lawa atau justru dari luar daerah? Kan belum tentu. Makanya, pembentukan kelompok ini penting untuk menunjang program-program nasional di daerah,” tegasnya.
Harlan menyoroti ketergantungan Muna Barat terhadap pasokan luar, yang berisiko membuat harga pangan semakin mahal seiring meningkatnya kebutuhan.
“Muna Barat memiliki ratusan sekolah dan puluhan ribu anak yang akan mendapat makan di sekolah. Jika semua bahan dibeli dari luar, berarti tidak ada perputaran ekonomi di masyarakat Mubar,” katanya.
Ketua Banteng Muda Indonesia (BMI) Muna Barat ini pun memberikan contoh konkret bagaimana Lagadi bisa dikembangkan sebagai sentra produksi telur, guna mengurangi ketergantungan pada daerah lain.
“Makanya, kita perlu membentuk kelompok. Contohnya, di Lagadi ada potensi untuk beternak ayam potong dan ayam petelur. Dengan adanya industri rumahan ini, maka daging ayam dan telur untuk program makan bergizi gratis di wilayah Lawa tidak perlu lagi dibeli dari luar,” beber Harlan.
Selain menjadi solusi bagi ketergantungan pangan, pembentukan KUB juga akan menjadi landasan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat di DPRD, baik melalui APBD kabupaten, provinsi, maupun APBN.
Harlan menegaskan, Muna Barat tidak boleh terus menjadi penonton di tanah sendiri. Dengan membentuk kelompok usaha mandiri, ia berharap masyarakat bisa berdikari secara ekonomi dan menjadi tuan atas potensi yang mereka miliki sendiri.
Editor: Denyi Risman