Konawe Utara – Mudik seharusnya menjadi perjalanan penuh harapan. Namun, bagi para pemudik di jalur perbatasan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, harapan itu dirampas oleh tingginya tarif rakit pincara.
Di tengah derasnya arus banjir yang menggenangi ruas jalan di Kecamatan Oheo, uang pun mengalir dari kantong pemudik ke pemilik rakit.
Di Kelurahan Linomoiyo, Kecamatan Oheo, pemudik terpaksa merogoh kocek dalam-dalam. Untuk kendaraan roda dua, tarif dipatok Rp100 ribu sekali menyeberang, sementara mobil dikenakan biaya Rp500 ribu.
Bahkan sebelumnya, ongkosnya lebih mencekik, mencapai Rp600 ribu hingga Rp800 ribu per mobil.
“Kalo untuk motor Rp100 ribu, tapi kalo mobil sekarang sudah turun menjadi Rp500 ribu karena airnya sudah surut. Sebelumnya lebih mahal. Semoga lekas surut dan tidak menyulitkan pengguna jalan,” ujar Natyfa, salah seorang pengguna jasa pincara, Jumat (28/3).
Kisah serupa juga dialami Alifa Nadziyah Sagara. Lima hari lalu, suaminya harus merelakan Rp600 ribu hanya untuk bisa melanjutkan perjalanan.
“Lima hari lalu Rp600 ribu suamiku menyebrang pincara ongkos mobilnya,” kata Alifa.
Banjir yang menutup jalan utama bukan hanya membuat pemudik terjebak, tetapi juga menjadikan rakit pincara satu-satunya jalan keluar dengan harga yang melambung tanpa kendali. Tidak ada pilihan lain selain membayar atau tetap terjebak di tengah ketidakpastian.
Di tengah perjuangan pemudik untuk berkumpul dengan keluarga di hari raya, ada pihak yang menjadikan kesulitan mereka sebagai lahan basah. Sementara air terus menggenangi jalan, beban di pundak pemudik kian berat, bukan hanya karena lumpur dan arus, tetapi juga tarif pincara yang mencekik.
Editor: Denyi Risman