Usai Putusan MK, Pemuda Nusantara Desak Pemerintah Cabut IUP di Pulau Kecil

Ketua Umum Pemuda Nusantara, Muhamad Ikram Pelesa. Foto: Dok. Istimewa.

Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Nusantara menyambut baik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas penolakan uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) yang diajukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Pemuda Nusantara juga meminta majelis hakim MK agar frasa apabila dalam Pasal 23 dan 35 UU PWP3K ditafsirkan tidak bertentangan dengan pertambangan di pulau-pulau kecil.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum DPP Pemuda Nusantara, Muhamad Ikram Pelesa dalam keteranganya yang disampaikan ke Sultranesia, Jumat, 22 Maret 2024.

Pihaknya mendesak pemerintah agar putusan Mahkamah Konstitusi menjadi penegasan negara dalam menghentikan seluruh aktivitas pertambangan pada pulau-pulau kecil, tanpa terkecuali.

“Negara harus komitmen terhadap paris agreement, kita punya tanggung jawab besar terhadap agresi pertambangan yang berdapak pada rusaknya fungsi hutan sebagai penyerap emisi karbon. Dengan mencabut seluruh Izin Usaha Pertambangan pada pulau kecil, pemerintah mempunyai kesempatan untuk melakukan penataan ulang infrastruktur ekologis yang telah dirusaki industri pertambangan,” kata Ikram.

Ikram menyebutkan di Indonesia, terdapat 55 pulau kecil yang telah dan terus dibongkar kandungan mineralnya oleh berbagai perusahaan tambang.

Operasi pertambangan di pulau-pulau munglil itu membawa daya rusak tak terpulihkan serta mengancam keselamatan warga, beberapa diantaranya adalah Pulau Sangihe, Wawonii, Kabaena, Pakai, Gee, Gebe dan Bunyu.

Ikram kemudian menjelaskan satu persatu pulau-pulau kecil yang terdapat izin pertambangan.

Pulau Sangihe

Salah satu pulau kecil di Sulawesi Utara, luasnya hanya 737 km. Lebih dari separuh pulaunya atau 56 persen dikuasai PT Tambang Mas Sangihe (Baru Gold Corp) asal Kanada. Konsesi tambang PT TMS mengkapling 7 Kecamatan dengan 80 desa, semua bukan ruang kosong, tetapi tempat penghidupan ribuan warga pulau.

Pulau Wawoni

Terletak di Sulawesi Tenggara, merupakan wilayah Konawe Kepulauan luasnya 867,6 km², PT Gema Kreasi Perdana (Harita Group) adalah salah satu perusahaan yang tengah beroperasi di pulau ini

Pulau Kabaena

Juga Terletak di Sulawesi Tenggara, merupakan wilayah Kabupaten Bombana luasnya 891,5 km², setidaknya ada 15 perusahaan yang tengah beroperasi di pulau ini, yaitu: PT Almharig, PT Bakti Bumi Sulawesi, PT Arga Morini Indotama, PT Arga Morini Indah, PT Anugrah Harisma Barakah, PT Tekonindo, PT Margo Karya Mandiri, PT Tambang Bumi Sulawesi, PT Narayan Lambale Selaras, PT Agrabudi Baramulia Mandiri, PT Tonia Mitra Sejahtera, PT Trias Jaya Agung, PT Timah Investasi Mineral, PT Manyoi Mandiri dan PT Rohul Energi Indonesia. Aktivitas belasan perusahaan tersebut telah berdampak pada tercemarnya sumber air utama dan potensi hilangnya mata pencaharian warga yang mayoritas sebagai nelayan dan petani rumput laut.

Pulau Pakal dan Pulau Gee

Terletak di Maluku Utara, PT Aneka Tambang telah lama membongkar perut dua pulau itu. Pulau Gee, seluas 171 hektare kini gersang akibat penambangan nikel. Bekas lubang tambang dan gerusan ekskavator membuat permukaan pulau mungil in bopeng

Pulau Gebe

Pulau seluas 1.225 ha in digempur PT ANTAM sejak 1979 hingga saat ini. Operasi penambangan ini berdampak pad lenyapnya sumber air, masyarakat terpaksa membeli air bersih. Laut tercemar, terumbu karang, mangrove, kopra, pala, cengkeh, sagu pun tinggal kenangan

Pulau Bunyu

Luas Pulau Bunyu 198,32 km² yang terletak di Kota Tarakan, Kalimantan Utara menjadi lokasi Operasi tambang dan migas yang dilakukan PT Garda Tujuh Buana, Pertamina EP Bunyu Field, PT Lamindo Inter Multikon. di pula Bunyu berdampak pada tercemarnya sumber air utama warga, mulai dari Sungai Ciput, Sungai Barat, dan Sungai Lumpur.

“Dengan putusan MK ini pemerintah tidak ada lagi alasan untuk membebaskan Pulau Sangihe, Wawonii, Kabaena, Pakai, Gee, Gebe dan Bunyu dari Kegiatan Pertambangan yang berdampak pada bencana ekologis dan konflik sosial,” ujarnya.

Ikram mengatakan bahwa pertimbangan ilmiah lainnya adalah data Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2011 menyebutkan sebanyak 28 pulau kecil di Indonesia telah tenggelam dan 24 pulau kecil lainnya terancam melesap, dan hasil kajian perusahaan riset asal Inggris, Verisk Maplecroft, soal dampak perubahan iklim memperkirakan 1.500 pulau kecil di Indonesia akan tenggelam pada 2050 siring dengan naiknya permukaan laut.

“Jika tidak segera dicabut IUP-IUP tersebut akan menjadi melapetaka besar yang akan menimpa generasi kita ke depan,” pungkasnya.


Editor: Muh Fajar

error: Content is protected !!