Kendari – Sistem logistik Perusahaan Umum Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (Perum DAMRI) Kendari mendapat sorotan terkait ketidakjelasan tarif yang diterapkan.
Seorang warga berinisial DR mengaku dikenakan biaya Rp50 ribu tanpa perhitungan yang jelas saat mengirim barang dari Kota Kendari ke Kabupaten Muna Barat.
“Kemarin saya bawa barang ke bagian logistik DAMRI, tapi tidak ditimbang, tidak ada daftar harga. Tiba-tiba saya diminta bayar Rp50 ribu. Ini tidak transparan, dan saya curiga ada pungli,” ujarnya, Rabu (26/3).
Selain tarif yang dianggap tidak jelas, DR juga mempertanyakan sistem pembayaran yang masih sepenuhnya tunai, tanpa opsi transaksi digital.
“Saya sempat bertanya apakah bisa bayar pakai QRIS atau transfer bank, tapi mereka bilang tidak ada. Salah satu dari mereka bahkan beralasan kalau dibayar lewat transfer, dia harus repot menariknya di bank,” tambahnya.
Sebagai perusahaan BUMN, sistem ini dinilai tidak hanya tertinggal dari perkembangan teknologi, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidaktransparanan.
“Ini kan perusahaan negara, seharusnya ada rekening resmi, bukan malah pakai alasan seperti itu,” kata DR.
Keluhan serupa juga mencuat sebelumnya. Pada 19 Maret 2025, mahasiswa yang tergabung dalam Jejeran Laskar Anak Pulau menggelar aksi protes di depan Kantor Perum DAMRI Kendari.
Mereka menolak kenaikan tarif tiket rute Kendari–Mawasangka dari Rp160 ribu menjadi Rp200 ribu, serta lonjakan biaya penitipan barang yang kini berkisar Rp50 ribu hingga Rp70 ribu.
General Manager Perum DAMRI Kendari, Sadi, menyatakan bahwa kenaikan tarif tiket telah sesuai dengan SK Gubernur Nomor 27 Tahun 2023. Namun, dalam SK tersebut, tarif rute Kendari–Mawasangka masih tercatat sebesar Rp160 ribu.
Masyarakat berharap Perum DAMRI Kendari meningkatkan transparansi dalam penentuan tarif serta menyediakan metode pembayaran yang lebih modern.
Jika tidak, kepercayaan publik terhadap perusahaan milik negara tersebut berpotensi menurun.
Laporan: Joni Rahim