200 Hektar Cetak Sawah Baru di Wadaga Diusulkan ke Kementan

Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Mubar, Nestor Jono. Foto: Denyi Risman/Sultranesia.com.

Penjabat Bupati Muna Barat (Mubar) Dr Bahri terus melakukan terobosan baru dalam hal meningkatkan produktivitas pertanian di Mubar. Salah satu program yang dicanangkan saat ini adalah percetakan sawah baru.

Lokasi percetakan sawah baru tersebut berada di Kecamatan Wadaga. Diproyeksi potensi lahan percetakan sawah di Wadaga mencapai 400 hektare, terdiri dari Desa Kampani dan Desa Lakanaha.

Namun dari 400 hektare lahan tersebut, hanya 200 hektare yang akan digenjot, masing-masing desa 100 hektare.

“Dokumennya sudah lengkap, nantinya akan dipresentasikan di hadapan Kementrian Pertanian,” kata kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Mubar, Nestor Jono, Senin (4/7) lalu.

Pengusulan 200 hektare lahan untuk percetakan sawah baru ini sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil kunjungan Bupati Mubar, Dr Bahri, pada pekan lalu di Kecamatan Wadaga sekaligus menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavia, dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi, untuk mengatasi krisis pangan dunia sebagai dampak perang Rusia-Ukraina.

“Kita akan membangun lumbung pangan baru, untuk mengantisipasi krisis pangan dunia akibat perang dunia antara Rusia dan Ukraina,” jelas Nestor Jono.

Nestor Jono mengaku, Kecamatan Wadaga memiliki potensi persawahan dengan sumber daya air yang melimpah. Untuk Desa Kampani, sumber airnya berasal dari Mata air Ghulu sementara Desa Lakanaha sumber airnya bendungan Laano fo.

“Potensinya bagus, masing-masing memiliki sumber air yang melimpah tinggal diperbaiki saluran tersier, premier dan sekundernya,” ujarnya.

Selain sumber daya air, kata Jono, percetakan sawah ini juga perlu ditunjang dengan sumber daya manusia. Sehingga perlu ada jaminan hitam di atas putih atau berita acara untuk mengantisipasi pengalihfungsian lahan.

“Makanya kita harus memastikan calon petani calon lahan (CPCL) berdasarkan by name by addres. Lalu kita ambil titik koordinat. Kemudian kita lakukan perjanjian melalui berita acara bahwa lima tahun berturut-turut tidak diolah akan diambil alih oleh desa dan 15 tahun baru bisa berpindah tangan,” pungkasnya.


Laporan: Denyi Risman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!