News  

DPRD Sultra Segera Gelar RDP, PT TBS Diduga Rugikan Negara Ratusan Miliar

Sejumlah anggota DPRD Provinsi Sultra menemui massa aksi dari Konsorsium Mahasiswa Sultra (Korum Sultra). Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memastikan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran lingkungan dan kerugian negara ratusan miliar rupiah akibat aktivitas PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi, menyatakan bahwa RDP dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 22 Januari 2025. Ia menegaskan pihaknya akan memanggil semua instansi terkait untuk membahas persoalan tersebut.

“Baiknya hari Rabu ini, Pak Koordinator. Kami Komisi III sudah mengusulkan untuk RDP. Kita memanggil instansi-instansi terkait atau siapa-siapa yang terkait di dalam ini,” ujarnya saat menemui massa aksi dari Konsorsium Mahasiswa Sultra (Korum Sultra), Senin (20/1).

Anggota Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi, menambahkan, pihaknya akan memanggil PT TBS untuk mempertanggungjawabkan dugaan pelanggaran yang terjadi.

“Dewan pastikan bakal memanggil pihak PT Tambang Bumi Sulawesi yang beraktivitas di Kabaena Selatan,” katanya kepada massa aksi di Kantor DPRD Sultra.

Selain dugaan pencemaran lingkungan, Suwandi Andi mengungkapkan adanya potensi kerugian negara dari sektor perpajakan akibat aktivitas tambang tersebut.

“Ada kerugian negara ratusan miliar di sektor perpajakan dari aktivitas pertambangan yang harus diungkap,” tambahnya.

Senada dengan itu, anggota Komisi III DPRD Sultra lainnya, Abdul Khalik, menyoroti penyusunan dokumen AMDAL PT TBS yang dinilai tidak independen. Ia mendesak agar sistem penyusunan AMDAL diubah untuk menjamin keadilan dan keberlanjutan lingkungan.

“Pasti tidak bisa independen, sehingga dia berharap DPR-RI bisa merubah kembali UUD soal penyusunan AMDAL. Diberikan saja ke negara, jangan swasta. Karena jika swasta yang kelola, dipastikan tidak ada independen,” tegas Abdul Khalik.

Sementara itu, Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Bottom, mengatakan bahwa kedatangan massa aksi adalah untuk meminta ketegasan DPRD Sultra atas dugaan pencemaran lingkungan dan pelanggaran aturan yang dilakukan PT TBS.

“Kami ingin meminta ketegasan dari anggota DPRD Sultra soal pertambangan di Kabaena Selatan,” tuturnya.

Ia menyebut PT TBS diduga melanggar Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022 terkait pengelolaan air limbah usaha pertambangan.

“Kami menduga kuat PT TBS tidak mengindahkan peraturan yang berlaku sehingga diduga melakukan tindakan ilegal,” ujarnya.

PT TBS, melalui Humasnya Nindra, membantah tuduhan pencemaran lingkungan yang dilayangkan. Menurutnya, kondisi keruh di Sungai Watalara disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, bukan aktivitas tambang.

“Itu bukan banjir, tapi keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir di rumah warga itu diambil dua tahun lalu, dan saat kegiatan penambangan kami sedang berhenti,” jelasnya.

Inspektorat Tambang Sultra juga telah menerima laporan resmi dari massa aksi dan berkomitmen untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!