Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa hanya 40 gugatan sengketa hasil Pilkada 2024 yang berhak melangkah ke babak pembuktian. Angka ini hanya mencapai 12,9 persen dari total 310 perkara yang masuk ke meja hijau MK.
Keputusan ini mencuat setelah enam sesi sidang pengucapan putusan dismissal yang berlangsung sejak Selasa (4/2) hingga Rabu malam.
Salah satu gugatan yang berhasil masuk ke dalam daftar sengketa yang melaju adalah perkara nomor 04/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang mengangkat perselisihan hasil Pemilu Bupati Kabupaten Buton Tengah 2024. Sidang sengketa ini telah dijadwalkan untuk digelar pada 7-17 Februari 2025.
Dalam sidang yang disiarkan langsung melalui YouTube Mahkamah Konstitusi pada Rabu (5/2), Hakim MK Arief Hidayat menegaskan bahwa setiap pihak yang berperkara masih memiliki kesempatan untuk memanggil maksimal empat saksi atau ahli guna memperkuat argumen mereka.
“Jadi, empat orang, komposisinya terserah pada para pihak yang dihadirkan sekaligus untuk saksi dan ahlinya. Kemudian, masih dimungkinkan untuk memberikan tambahan alat bukti,” tegas Arief.
Namun, waktu semakin mepet. MK memperingatkan bahwa daftar identitas, keterangan saksi, dan bukti tambahan harus sudah diterima paling lambat satu hari kerja sebelum sidang lanjutan. Lewat dari itu, tidak ada kesempatan lagi untuk menambah bukti atau saksi.
“Untuk itu semua, maka daftar identitas, keterangan saksi, curriculum vitae, dan keterangan ahli, serta keterangan saksi apa yang akan disampaikan dalam persidangan, sudah harus disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi, paling lambat satu hari kerja sebelum sidang pemeriksaan persidangan lanjutan. Diluar itu, dianggap tidak menyerahkan,” ujarnya tegas.
Pada sidang sebelumnya, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buton Tengah Nomor Urut 02, La Andi dan Abidin, mengajukan permohonan dalam Perkara Nomor 04/PHPU.BUP-XXIII/2025, dengan menyebutkan sejumlah kelalaian dan dugaan ketidaknetralan penyelenggara Pemilu.
Pemohon menuduh ada delapan peristiwa kelalaian dalam proses pemungutan suara, seperti pencoblosan oleh orang yang tak berhak, surat suara rusak, dan rekapitulasi yang melenceng dari aturan.
Meskipun temuan-temuan tersebut telah dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten Buton Tengah, hanya satu laporan yang diusut.
Selain itu, Pemohon juga menuduh adanya ketidaknetralan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Buton Tengah. Salah satu bukti yang dibeberkan adalah arahan langsung dari Komisioner KPU kepada Ketua PPK Kecamatan Mawasangka untuk memenangkan Pasangan Calon Nomor Urut 1.
Tak hanya itu, Pemohon mengungkap bahwa salah satu Pihak Terkait, Azhari, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), seharusnya sudah mengundurkan diri pada September 2024, namun masih menerima gaji hingga Desember.
Pemohon mendesak MK untuk membatalkan keputusan KPU Buton Tengah tentang penetapan hasil Pilkada dan mendiskualifikasi Pihak Terkait. Tak cukup itu, Pemohon juga meminta agar dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa TPS di sejumlah kecamatan Buton Tengah.