Jakarta – Korps HMI Wati (Kohati) Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menggelar talk show yang mengangkat tema: Kuota 30 persen, Representatif atau Partisipatif.
Talkshow ini berlangsung secara hybrid dihadiri sekitar tiga ratus peserta dari kalangan mahasiswa dan kelompok organisasi Cipayung Plus, LSM, Ketua BEM Perempuan Seluruh Indonesia, Ketua Bidang PP Seluruh Indonesia, Kader HMI Seluruh Indonesia, serta Dosen dan Aktivis Perempuan Muda Indonesia di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Senin (27/3).
Talk show ini digelar mengingat keterwakilan perempuan dalam kontestasi politik sebesar 30 persen masih terus hangat dan penting untuk didiskusikan dewasa ini. Terlebih menjelang pesta politik pada tahun 2024 mendatang, setiap warga negara termasuk perempuan tentunya mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi aktor dalam kontestasi tersebut.
Namun, keterwakilan sebesar 30 persen sesuai amanah undang-undang ini belum tercapai sepenuhnya. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan bahwa adanya perempuan menduduki kursi parlemen apakah sebatas partisipasi untuk memenuhi kuota yang disyaratkan undang-undang.
Ketua Pelaksana Kegiatan, Masnia Ahmad mengatakan kegiatan tersebut bertujuan merefleksikan kaum perempuan untuk mengambil peran di ranah publik dalam hal ini bidang politik dalam kuota 30 persen tersebut.
“Kegiatan ini mendiskusikan kuota 30 persen partisipasi perempuan di bidang politik, apakah sekadar partisipasi atau sudah merepresentasikan kapasitas perempuan,” katanya.
“Diskusi ini bisa merefleksikan kita kaum perempuan, juga membawa Kohati lebih mengambil peran di ranah publik, bahkan sebagai pengambil kebijakan di Indonesia,” sambungnya.
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Kohati PB HMI, Nurmaida Saana sebagai bidang yang menginisiasi talkshow politik ini mengatakan bahwa perempuan sama halnya dengan kaum laki-laki yang mempunyai kualifikasi di ranah politik.
“Kualifikasi kita adalah bukan sesama perempuan tetapi kaum laki-laki, dan posisi kita dengan mereka sebagai mitra sejajar,” ujarnya.
Meski kuota 30 persen ini belum tercapai di Indonesia, namun jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahwa negara demokrasi ini sudah lebih unggul. Hal ini dapat dijelaskan Ketua Umum Kohati PB HMI Umiroh Fauziah, dilihat dari banyaknya kursi-kursi di parlemen yang digawangi oleh kaum perempuan.
“Representasi atau keterwakilan, anya terhitung 20,8 persen dari kalangan perempuan. Apakah kuota 30 persen ini bukan hanya sekedar sistem yang mengatur sehingga tataran pusat baru mencapai 20 persen. Belum tercapainya keterwakilan perempuan di Indonesia sudah lebih unggul dibanding negara lain, seperti pernah adanya presiden perempuan dan menteri perempuan,” kata Umiroh Fauziah dalam sambutannya.
Sehingga dengan kuota 30 persen ini, perempuan lanjut Umiroh Fauziah memiliki tiga peluang untuk dapat dipilih ketika menjadi kandidat di pesta politik. Ketiga peluang tersebut diantaranya sumber daya manusia dari kaum perempuan secara kuantitas sebagian besar dari kalangan terdidik, dan menyadari pentingnya terjun ke dunia politik. Peluang lainnya adalah perempuan berada di kontestasi politik merupakan amanah undang-undang yang harus dijalankan dan kuota persentase perempuan mengutamakan kualitas daripada kuantitas.
Ketua Umum PB HMI Raihan Aryatama pun mengamini pernyataan Umiroh Fauziah. Dirinya melihat bahwa banyak kelompok sosial yang berbasis gender lahir dari para perempuan namun hanya menjadi objek politik.
“Banyak sekali kelompok sosial yang berbasis gender lahir dari para perempuan. Tapi faktanya, kelompok itu hanya sebagai objek politik. Maka harapannya Kohati dan kelompok Cipayung dapat mengubah paradigma itu,” ujarnya.
Diskusi yang merupakan tindak lanjut dari program Perempuan Inspiratif oleh Bidang HAL Kohati PB HMI ini menghadirkan narasumber yang berkompeten dan berpengalaman di bidang politik dan akademisi. Rilis
Editor: Agil