Kendari – Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak festival hudaya dari berbagai suku, salah satunya adalah Grebek Suro.
Grebeg Suro ini adalah acara tradisi budaya tahunan masyarakat Jawa Timur, khususnya Ponorogo yang dirayakan setiap 1 Muharram dalam penanggalan Islam, atau 1 Suro dalam penanggalan Jawa.
Dalam perayaannya Grebeg Suro akan ditampilkan festival budaya, seperti tarian-tarian dan kuda lumping.
Festival ini lah yang digelar di Lapangan Koba, Desa Kota Bangun, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selaatan, Sulawesi Tenggara oleh pemerintah desa setempat selama dua hari.
Pada Sabtu, 29 Juli 2023 akan digelar festival Campur Sari dimulai pukul 20.00 WITA. Kemudian pada Minggu, 30 Juli 2023, akan digelar festival Kuda Lumping dimulai pukul 13.00 WITA.
Sejarah Grebeg Suro
Sejarah diadakannya Grebeg Suro berawal dari adanya kebiasaan masyarakat Ponorogo, utamanya kalangan Warok yang pada malam 1 Suro mengadakan Tarikatan semalam suntuk dengan mengelilingi kota dan berhanti di alun-alun Kota Ponorogo.
Lalu, pada Tahun 1987, Bupati Ponorogo saat itu, Soebarkah Poetro Hadiwirjo melihat fenomena ini, dan melahirkan gagaran kreatif untuk mewadahi kegiatan mereka yang mengarah pada pelestarian budaya, sebab saat itu bupati melihat minat para pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo mulai luntur. Untuk itulah, diadakan Grebeg Suro yang dilaksanakan setiap tahunnya.
Diusulkan jadi Festival Internasional
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan, Grebeg Suro memiliki karakter khas dan nilai kekuatan budaya tinggi, sehingga layak diusulkan menjadi festival internasional.
Hal itu diungkapkan Sandi saat menghadiri festival nasional Grebeg Suro 2023 di Ponorogo, Jawa Timur.
“Saya rasa FNRP (Festival Nasional Reog Ponorogo) ini sudah layak dijadikan festival internasional,” kata Sandiaga, Minggu 17 Juli 2023, dikutip dari Antara.
Menurutnya, Grebeg Suro tahun depan bisa ditingkatkan dengan mendatangkan peserta dari luar negeri.
Sandiaga mengaku sempat bertemu dengan sejumlah peneliti dari luar negeri, di antaranya dari Polandia, Australia dan Inggris. Para peneliti dari Eropa ini mengaku tertarik untuk membawa kesenian ini ke negara asalnya.
Editor: Muh Fajar RA