Berita  

Ampuh Beberkan Dugaan Pemalsuan Identitas Oknum Kades di Kolaka

Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara, Hendro Nilopo. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hendro Nilopo, mengungkapkan dugaan pemalsuan identitas yang diduga dilakukan Kepala Desa (Kades) Huko-huko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, berinisial HRD atau SHB.

Hendro meminta agar pihak kepolisian merespon laporan terkait dugaan pemalsuan tersebut dan segera melakukan penyelidikan.

Pasalnya, kasus tersebut sudah dua kali dilaporkan oleh masyarakat ke Polres Kolaka, namun laporan masyarakat ditolak dengan dalih bukan locus delictie atau tempat kejadian perkara.

“Seyogiyanya, pihak molres menerima laporan masyarakat, bukannya malah ditolak. Apalagi dengan dalih yang kurang masuk akal, katanya bukan locus delictienya. Padahal mereka (Polres Kolaka) kan bisa koordinasi di manapun yang diduga sebagai locusnya,” kata Hendro, Selasa (9/5).

“Jadi berdasarkan bukti-bukti yang ada, SHB atau HRD ini adalah orang yang sama. Bahkan kedua nama ini memiliki NIK yang sama juga,” sambungnya.

Hendro mengungkapkan, SHB atau HRD diduga melakukan pergantian nama tanpa persetujuan dari Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kolaka.

Bahkan, lanjut Hendro, identitas SHB atau HRD telah diubah secara sepihak dan diduga dibantu oleh oknum di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat.

“Berdasarkan identitas terbaru, yang bersangkutan (terduga pelaku pemalsuan) telah merubah namanya disemua identitas yang dimiliki, termaksuk KTP dan Kartu Keluarga,” ungkapnya.

Oleh karena itu, menurut Hendro perbuatan SHB atau HRD merupakan tindak pidana sebagaimana di atur dalam Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan Data Outentik serta UU Nomor 27 Tahun 2002 tentang perlindungan data pribadi.

Selain itu, terkait oknum penyidik Polres Kolaka yang diduga menolak laporan masyarakat, pihanya meminta agar dilakukan pemeriksaan serta penindakan oleh Propam Polda Sultra.

“Penolakan laporan atau pengaduan masyarakat merupakan pelanggaran kode etik. Dan itu gawean Propam Polda Sultra untuk memberikan sanksi,” katanya.

“Dalam kasus ini, menurut kami, SHB atau HRD diduga melanggar Pasal 264 KUHP dan UU PDP. Sehingga sangat disayangkan ketika tidak segera dituntaskan oleh penegak hukum,”

“Sedangkan oknum penyidik yang menolak laporan atau pengaduan masyarakat diduga melanggar kode etik profesi polri,” ujarnya.

Hendro Nilopo juga membeberkan kronologi dalam dugaan pemalsuan identitas yang diduga dilakukan oleh SHB atau HRD.

Berawal pada 2015 lalu, kata Hendro, HRD yang sekarang bernama SHB melakukan pemalsuan ijazah untuk kepentingan melamar pekerjaan di PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Pomalaa.

Selanjutnya, pada 2016 HRD mencalonkan sebagai calon Kepala Desa Huko-Huko, Pomalaa, Kolaka menggunakan nama SHB.

Sampai saat ini, HRD telah berubah nama menjadi SHB disemua identitas baik Ijazah, Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Dari kronologis ini bisa dilihat bahwa adanya unsur kesengajaan untuk melakukan pemalsuan dan penggunaan identitas palsu. Apalagi perubahan nama dilakukan tanpa persetujuan dari Pengadilan Negeri Kolaka sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan perubahan nama,” katanya.

Oleh sebab itu, Hendro berharap agar kasus tersebut dapat segera dituntaskan oleh pihak Polda Sultra guna mencapai kepastian hukum terkait adanya dugaan pemalsuan identitas oleh oknum kades Huko-huko.

Sebelumnya, Hendro mengaku mendapatkan laporan dari warga Desa Huko-huko prihal adanya dugaan pemalsuan tersebut beberapa minggu yang lalu.

Namun pihaknya menunggu hingga bukti-bukti rampung untuk disampaikan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Polres Kolaka.

“Informasi ini masuk ke kami sekitar dua minggu lalu, namun kami baru mendapatkan bukti-bukti pendukung. Sehingga persoalan ini baru bisa kami ungkap,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, Sultranesia belum berhasil menghubungi SHB atau HRD untuk dimintai konfirmasi terkait dugaan pemalsuan identitaa tersebut.


Editor: Wiwid Abid Abadi

error: Content is protected !!
Exit mobile version