Bupati Konawe Utara Tuding PT SCM Biang Banjir, Tak Ada Kontribusi Selain Bencana

Ilustrasi banjir. Foto: Dok. Istimewa.

Konawe Utara – Bupati Konawe Utara, Ikbar, melontarkan kritik keras terhadap PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang menurutnya menjadi penyebab utama banjir berkepanjangan di wilayahnya.

Dalam keterangannya kepada Sultranesia.com beberapa waktu lalu, Ikbar menyebut bahwa banjir yang terjadi di Jalur Trans Sulawesi, Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, bukan semata disebabkan oleh cuaca ekstrem, tetapi juga merupakan dampak dari aktivitas industri pertambangan PT SCM di wilayah Konawe.

“Kita di Kabupaten Konawe Utara dari tahun ke tahun, memang bukan hanya karena faktor cuaca, tapi ini banjir kiriman, seperti di wilayah Konawe PT SCM,” kata Ikbar.

Ia menilai penimbunan rawa oleh PT SCM sebagai faktor yang memperparah situasi. Rawa yang sebelumnya menjadi tempat endapan air kini kehilangan daya tampungnya, menyebabkan limpahan air menggenangi wilayah hilir di Konawe Utara.

“Di PT SCM itukan ada rawa yang sangat luas, yang menjadi endapan air, itulah yang ditimbun, sehingga imbasnya kita di Kabupaten Konawe Utara,” ungkapnya.

Ikbar menjelaskan, banjir yang biasanya surut dalam sepekan kini berlangsung hampir dua bulan. Sejak 19 Maret 2025, genangan air di jalur utama Trans Sulawesi belum juga surut.

“Kita sebagai pemerintah daerah sejak tanggal 19 (Maret 2025) itu kurang lebih dua bulan, biasa hanya seminggu di Jalur Trans Sulawesi di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo,” tuturnya.

Pemerintah daerah, lanjutnya, telah berupaya menangani situasi dengan berkoordinasi bersama DPR RI dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Pak Ridwan dan Gubernur sudah berkunjung dan sudah ada solusi jangka pendek, jembatan Bailey,” ujarnya.

Namun, Ikbar menyoroti kendala administratif yang dinilainya turut menghambat penanganan banjir. Lokasi PT SCM yang berada di wilayah Kabupaten Konawe mempersempit ruang gerak Pemerintah Kabupaten Konut untuk bertindak lebih jauh.

“Selain itu mengenai kita punya undang-undang nomor 13 Tahun 2007 tentang pemekaran Konut ini digugurkan dengan Permendagri Nomor 5 Tahun 2010, kenapa saya ungkapkan hal itu, ini karena adanya Permendagri itu membatasi ruang gerak kita, ada yang masuk di Konawe dan Morowali, kenapa saya bahas itu karena dua sungai Linomoyo dan Lalindu itu hulunya ada di dua kabupaten itu, jadi ini juga yang menjadi salah satu masalah,” bebernya.

Ia pun mendesak pemerintah pusat agar mengevaluasi perusahaan-perusahaan pertambangan dan sawit yang belum menjalankan kewajiban reklamasi pasca-eksploitasi.

“Tidak ada sama sekali, ada kontribusinya, hanya kontribusi banjir,” tutup Ikbar.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!