Distribusi BBM Subsidi di Muna Barat Diduga Dikuasai Pemain Motor Tangki Besar

Sebuah motor Suzuki Thunder tampak memasuki area pengisian SPBU Bahari di Desa Suka Damai, Kecamatan Tiworo Tengah, Kabupaten Muna Barat, Sabtu (12/4). Foto: Dok. Istimewa.

Muna Barat – Kelangkaan BBM subsidi di Kabupaten Muna Barat bukan lagi cerita baru. Namun, temuan di lapangan mengungkap bahwa persoalan ini tidak semata karena meningkatnya permintaan. Di balik antrean panjang di SPBU satu-satunya di daerah itu, terdapat dugaan praktik sistematis yang merugikan masyarakat kecil dan menguntungkan sekelompok pemain.

SPBU 76.936.04 Bahari di Desa Suka Damai, Kecamatan Tiworo Tengah, sejak lama menjadi sumber keluhan warga. SPBU yang diresmikan pada 27 Januari 2020 itu awalnya diharapkan menjadi solusi atas kebutuhan energi masyarakat. Nyatanya, antrean kendaraan mengular sejak pagi dan stok Pertalite serta Solar kerap ludes sebelum pukul 14.00 WITA, padahal operasional dijadwalkan hingga pukul 17.00 WITA.

“Datang jam 1 siang saja kadang sudah habis. Ini bukan sekali dua kali, hampir setiap hari,” keluh LI, warga setempat, Jumat (11/4).

Namun, hasil pantauan langsung di lapangan oleh tim media ini menunjukkan fenomena yang jauh lebih kompleks. Sejumlah motor, terutama jenis Suzuki Thunder dan Honda Verza, terpantau bolak-balik mengisi BBM dalam satu hari. Plat nomor yang sama muncul berkali-kali dalam antrean.

Salah satu pengendara motor Suzuki Thunder berinisial LM secara terbuka mengakui adanya pungutan tambahan yang diminta oleh petugas SPBU.

“Untuk satu tangki motor full, kita bayar lebih Rp5.000. Teman-teman semua juga dimintai begitu sama petugas SPBU,” ungkap LM. Pengakuan ini menyiratkan bahwa pengisian berulang bukan hanya diketahui oleh petugas, tapi juga dimungkinkan melalui praktik pungli yang terorganisir.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan: apakah SPBU Bahari benar-benar melayani kebutuhan masyarakat umum, atau sudah dikuasai oleh jaringan pengepul BBM subsidi?

Ketua Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum Indonesia (AMPHI), Ibrahim, angkat bicara.

“Pertamina tidak bisa cuci tangan. Mereka harus bertanggung jawab atas lemahnya pengawasan dan kemungkinan adanya pembiaran terhadap praktik ilegal di lapangan,” tegasnya.

Menurut Ibrahim, SPBU Bahari telah beralih fungsi dari fasilitas publik menjadi arena spekulasi energi.

“Kalau Pertalite disedot oleh pemain-pemain dengan motor tangki besar dan pengisian berkali-kali, itu berarti ada celah sistem yang dibiarkan terbuka. Dan Pertamina, sebagai pihak yang berwenang, tidak boleh diam,” tambahnya.

AMPHI mendesak agar Pertamina segera melakukan audit menyeluruh terhadap operasional SPBU Bahari. Jika ditemukan pelanggaran, aparat penegak hukum diminta segera bertindak.

“Jika pungli terbukti terjadi, pengelola dan oknum petugas harus ditindak tegas. Jangan ada kompromi dalam penyalahgunaan BBM subsidi yang merugikan rakyat,” tandasnya.

Sementara itu, pengawas SPBU Bahari, Risna, membantah adanya penggunaan tangki rakitan di SPBU tersebut.

“Sejak dulu, kami sudah tidak memperbolehkan penggunaan tangki-tangki rakitan untuk BBM subsidi. Bahkan untuk Pertamax sekalipun, kami tetap awasi, karena itu bukan untuk kendaraan rakitan,” ujarnya.

Namun, terkait kelangkaan BBM, Risna menuding pasokan dari depot tidak konsisten.

“Seharusnya kami bisa minta dua tangki per hari, tapi kadang suplai dari depot tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Kami tidak bisa tentukan sendiri, semuanya diatur dari atas,” jelasnya.

Ia juga mengakui bahwa menjelang Idulfitri, peningkatan jumlah kendaraan turut memperparah situasi.

Menanggapi dugaan pungutan Rp5.000, Risna tidak membantah bahwa isu itu beredar, namun menepis anggapan sebagai bentuk pungli.

“Kadang orang kasih lebih karena merasa pelayanannya bagus. Tapi di laporan kas perusahaan, semua harus pas. Kalau ada lebih, itu dianggap sebagai bonus dari konsumen, bukan pungli,” ujarnya.

Namun dalam praktiknya, sistem “bonus” yang tidak tercatat itu justru membuka ruang bagi modus pungli. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh oknum di lapangan untuk melanggengkan pengisian berulang.

Dalam investigasi singkat yang dilakukan tim media ini sejak pukul 07.00 WITA, beberapa kendaraan yang sama terekam kembali mengantre, seperti Honda Verza DT 6021, Suzuki Thunder DT 5167, DT 4835, dan DT 4158. Motor-motor dengan kapasitas tangki besar tersebut tampak difungsikan sebagai alat distribusi ilegal BBM subsidi.

Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya keadilan energi yang terciderai, tetapi juga kredibilitas sistem distribusi BBM nasional. Masyarakat pun bertanya-tanya: di mana peran pengawasan, dan siapa yang sebenarnya menikmati jatah subsidi?


Editor: Redaksi

error: Content is protected !!