DPRD Konawe Utara: PT SCM Perusak Sungai dan Penyebab Banjir

Banjir merendam ruas jalan di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara. Foto: Dok. Istimewa.

Konawe Utara – Sungai yang dulu menjadi nadi kehidupan warga Wiwirano, kini berubah menjadi aliran lumpur merah. Ikan-ikan menghilang, mata pencaharian warga pun lenyap. Di balik semua itu, sorotan tajam kini mengarah ke aktivitas tambang nikel PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM).

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Konawe Utara, Samir, angkat bicara lantang. Ia tidak hanya menyampaikan kritik, tetapi menguliti satu per satu dampak ekologis yang ditimbulkan oleh kehadiran perusahaan tambang tersebut di tanah kelahirannya.

“Hari ini saya sikapi PT SCM. Saya ini orang Wiwirano. Dulu orang tua kita cari ikan di Sungai Lalindu. Airnya jernih, hasil tangkapan ikan melimpah. Sekarang yang terjadi air sungai sudah berubah jadi lumpur merah, dan sekarang keluarga kita sudah tidak bisa lagi cari ikan di sungai itu. Hilang mata pencaharian warga,” tegas Samir, Senin (14/4).

Tudingan Samir bukan tanpa dasar. Ia mengungkapkan bahwa hampir seluruh buangan limbah PT SCM bermuara ke kali, lalu mengalir ke Sungai Lalindu. Dari sanalah pencemaran mulai merambat, menyebabkan pendangkalan sungai, mencemari air, hingga memusnahkan habitat makhluk hidup yang bergantung padanya.

Apa yang semula menjadi denyut kehidupan, kini berubah menjadi ancaman mematikan.

“Apa yang terjadi sekarang? Jembatan penghubung antar desa masyarakat di Padalere Utama yang membentang di sungai Lalindu hitungan satu jam saja kalau hujan langsung tenggelam, karena terjadi pendangkalan sungai. Dampak buruknya masyarakat terisolasi, dan rawan menimbulkan korban jiwa,” ucapnya.

Investigasi lapangan memperkuat kekhawatiran Samir. Setiap kali hujan turun, wilayah Sambandete dan Oheo seolah jadi langganan banjir kilat. Jalan Trans Sulawesi terputus, jembatan tertutup air. Masyarakat yang berada di wilayah hilir, tak punya pilihan selain menunggu air surut.

Kondisi ini, menurut Samir, juga mengancam sektor pariwisata. Wisata Molora, yang menjadi kebanggaan Wiwirano, berada di jalur pencemaran yang sama. Bila tidak segera ditangani, air sungai yang mengalir ke destinasi wisata itu akan terus membawa lumpur dan limbah tambang.

“Masyarakat, termasuk saya ini orang dari sana Lamonae sangat rasakan sekali ini dampaknya. PT SCM harus bertanggung jawab. Ini produksi kegiatannya akan terus bertambah, masyarakat mi tambah hancur,” katanya.

Sebagai politisi senior yang juga Ketua DPC Hanura Konawe Utara, Samir tak sekadar bicara. Ia mengaitkan fakta-fakta ekologis di lapangan dengan realitas sosial yang kian memburuk. Bagi Samir, akar masalahnya bukan sekadar hujan, tetapi bagaimana sistem pengawasan dan pengendalian lingkungan benar-benar lemah.

“Semakin ke sini semakin parah. Inilah kenapa di Sambandete cepat naik air ke jalan, karena ini semua berhubungan. Termasuk Kuratua itu akan tenggelam,” tutupnya.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!