Dugaan Korupsi di DPPKB Buteng, Eks Kadis Beberkan Bagi-bagi “Uang Capek”

Mantan Kepala Dinas PPKB Buteng, La Ode Mursal Zubair. Foto: Akbar Tanjung/Sultranesia.com.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton kini tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi pada kegiatan operasional program kependudukan keluarga berencana dan pembangunan keluarga di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Buton Tengah (Buteng) Tahun Anggaran 2020.

Apa yang sedang diselidiki jaksa itu juga merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) sebelumnya.

Di tahun anggaran itu, posisi Kepala Dinas PPKB Buteng masih dijabat oleh La Ode Mursal Zubair. Jurnalis Sultranesia kemudian mewawancarai Mursal di rumahnya di Kota Baubau pada Rabu (6/7) terkait dugaan korupsi itu.

Dalam keteranganya kepada Sultranesia, Mursal mengungkapkan bahwa dia pernah diwajibkan untuk mengembalikan uang sebesar Rp 30 juta ke kas daerah.

Kewajiban pengembalian tersebut berdasarkan jumlah uang yang dia terima pasca pelaksanaan kegaiatan operasional Dinas PPKB Buteng tahun anggaran 2020 yang kini sedang diselidiki jaksa.

Dia menyebut, uang yang diterimanya berasal dari sisa kegiatan untuk membayar kecapean.

“Karena hasil kecapean kita istilahnya, saya terima uang Rp 30 juta dari bendahara. Setelah ada temuan, saya harus kembalikan. Saya sampaikan waktu itu sama bendahara, katanya (bendahara) alhamdulillah tahun ini ada sedikit, saya jawab atur saja,” ungkap Mursal.

Selain dirinya, kata Mursal, seluruh unsur pimpinan serta staf di Dinas PPKB Buteng juga ikut kebagian uang kecapean yang dimaksud.

“Artinya kan di dalam dinas itu sesuai tanggungjawab masing-masing, mulai dari kadis sampai staf itu dapat (uang capek) dari kegaiatan itu. Sesuai dengan sisa perjalanan dinas kita. Maka ada kelebihan, ya kita bagi,” bebernya.

“Yang saya ingat sekretaris dinas itu Rp 24 juta. Tapi kalau para staf itu kita mi yang tanggung pengembaliannya,” sambungnya.

Mursal mengungkapkan, dirinya lebih banyak diwakili oleh Sekretaris Dinas (Sekdin) dalam pemantauan saat kegiatan operasional Dinas PPKB Buteng Tahun 2020 berlangsung. Sebab dia lebih banyak menghabiskan waktu sebagai imam keraton.

“Setelah saya diangkat di keraton itu Tahun 2020, tinggal Sekdin yang saya beri kepercayaan. Saya hari Kamis, Jumat kadang sudah tidak pergi, kadang ada orang meninggal. Mereka tinggal melapor saja. Lebih sering kita sudah gantian dengan Sekdin,” jelasnya.

Mursal bilang, saat itu dirinya sempat mendapat teguran dari BPK RI terkait kurangnya pengawasan kepala dinas terhadap pelaksanaan kegiatan operasional PPKB Tahun Anggaran 2020.

“Di awal saya tidak pernah di BAP oleh BPK, nanti sudah terakhir, sudah tayang saya dikasih tahu bahwa temuannya Rp 1,1 miliar. Selama ini kan hanya bendahara yang berhubungan dengan BPK. Saya sampaikan ke BPK merinding bulu-buluku kalau temuan Rp 1 miliar ini,” kata dia.

“Dia (pemeriksa BPK) sampaikan ke saya, Bapak juga kurang pengawasan. Saya jawab pengawasan kita mau sampai dimana juga. Kita ini kan sudah berikan program itu, lalu kita berikan jadwal, kita tinggal menunggu lagi. Kalau kita mau awasi itu, sedangkan istri kita tidak tahu kalau dia belanja. Dia pulang baru dia melapor bahwa dia belanja begini,” ucapnya.

Mursal mengaku tidak tahu soal jumlah anggaran opersional Dinas PPKB tahun 2020. Yang ia lakukan hanya menyetujui pencairan, pelaksanaan kegiatan, dan uang Rp 30 juta dari bendahara.

“Saya hanya memerintahkan, kalau sudah ada dana harus dilaksanakan kegiatan. Dan dana itu tidak singgah sama saya. Saya hanya menerima laporan untuk persetujuan. Ini pak sudah dananya, kalau saya sudah setuju, dia laksanakan,” kata dia.

“Saya tidak tahu nominal anggaran kegiatan waktu itu, Sekdin lebih mengerti itu. Saya hanya tahu tanda tangan persetujuan kegiatan, dan uang Rp 30 juta yang dikasi itu,” sambungnya.

Mursal mengatakan, dirinya juga sudah mendapatkan panggilan pemeriksaan oleh Kejari Buton untuk memberikan keterangan terkait dugaan korupsi di Dinas PPKB Buteng. Ia berharap kepada pihak Kejari Buton untuk bijaksana dalam mendalami persoalan tersebut.

“Iya, saya juga sudah dipanggil kejaksaan satu kali, kita sudah berikan keterangan, tahun 2021. Kita semua sudah dipanggil,” jelasnya.

“Harapan saya itu, pihak kejaksaan adil dan bijaksana. Karena pertama, tidak ada niat orang mau korupsi, kedua, kesalahan ini kadang-kadang merupakan sebuah kesalahan yang tidak disangka-sangka, karena baik kita di kantor maupun di balai itu sudah bekerja sesuai dengan tuntutan daripada program,” pungkasnya.

Terpisah, Sekdin PPKB Buteng Nasili juga mengakui mendapatkan kewajiban pengembalian uang sebesar Rp 24 juta ke kas daerah atas temuan BPK di kegiatan operasional Dinas PPKB Tahun Anggaran 2020.

Kata Nasili, pengembalian tersebut didasarkan pada uang yang ia terima dari bendahara pasca pelaksanaan kegiatan operasional.

“Sesuai data benar, saya menerima uang perjalanan dari bendahara sebesar Rp 24 juta. Karena SPJ-nya tidak selesai, akhirnya jadi temuan dan sudah saya kembalikan,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (7/7).

Saat ditanya soal uang lebih dari kegiatan yang dibagi di dinas PPKB seperti yang disampaikan oleh Eks Kadis Mursal Zubair, dirinya mengaku tidak tahu. Dia beralasan baru mengemban jabatan sebagai Sekdin PPKB saat itu.

“Saya tidak tahu kalau itu, saya baru masuk Tahun 2020,” ucapnya singkat.

Dirinya juga menjelaskan, saat diperiksa Kejari Buton dan ditanya soal perencanaan kegiatan, dirinya mengaku tidak tahu akan hal itu.

“Saya juga tidak pernah diperiksa sama BPK, karena saya tidak tahu soal perencanaannya,” katanya dengan suara tegas.

Sementara itu, Bendahara Dinas PPKB Buteng, Siti Johar, saat dikonfirmasi membantah pernyataan Eks Kadis PPKB Mursal Zubair tentang kelebihan uang yang dibagi-bagi kepada unsur pimpinan dan staf.

Kata Johar, pengembalian itu murni karena kesalahan administrasi kegiatan sehingga mengakibatkan pengembalian ke kas daerah.

“Dia salah ingat itu, saya juga tidak bisa jawab karena saya hanya bendahara,  membayar berdasarkan kegiatannya. Tidak ada kelebihan pembayaran, tapi kegiatan yang pada prinsipnya dilaksanakan namun administrasi yang kurang bagus hingga jadi temuan,” kata Siti saat dihubungi Sultranesia, Kamis (7/7).

“Jadi kalau kelebihan uang bagi-bagi tidak betul, itu uang kegiatan dan pekerjaan orang dinas, namun admistrasinya tidak selesai dan bagus sehingga dikembalikan dan sudah selesai temuanya,” pungkasnya.


Laporan: Akbar Tanjung
Editor: Wiwid Abid Abadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!