Berita  

Enam Cara BI Sultra Hadapi Tantangan Perekonomian di Indonesia Timur

Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia (FESyar KTI) 2024 di Kendari. Foto: Rijal/Sultranesia.com.

Kendari – Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tenggara (Sultra) punya enam upaya dalam menghadapi tantangan pekonomi Syariah di wilayah timur Indonesia.

Hak itu disampaikan langsung oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung dalam penggelarab Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia (FESyar KTI) 2024, yang dilaksanakan disalah satu Hotel yang berada di Kota Kendari, Senin, 8 Juli 2024.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menjelaskan, terdapat empat tantangan dalam pengembangan ekonomi syariah Islam, yaitu tingginya ketergantungan bahan makanan dari luar negeri. Rendahnya pangsa keuangan syariah yang disebabkan oleh inovasi produk syariah yang terbatas dan basis investor keuangan syariah belum kuat.

Selanjutnya, potensi pasar yang baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang belum bergerak dengan baik, seperti potensi untuk menjadi pusat mode fesyen dunia.

“Dan terakhir yaitu pengembangan serta pemahaman ekonomi syariah di Indonesia masih mencapai 28 persen. Artinya bahwa dari 100 orang, hanya 28 orang yang memahami mengenai ekonomi dan keuangan syariah,” jelasnya.

Untuk itu, dari tantangan yang dihadapi, dia membeberkan enam upaya dalam mengatasi hal tersebut yang harus disinergikan BI bersama stakeholder terkait, yakni pengembangan ekosistem makanan halal.

Dalam kaitannya, akselerasi sertifikasi rumah potong hewan perlu dilakukan untuk memastikan konsumsi masyarakat bersumber dari produk halal.

“Kedua, perlu akselerasi guna memperkuat jaminan produk pengembangan mode fesyen bagi para perancang dan pengusaha, melalui event fashion untuk menjadi rujukan dunia guna meningkatkan brand,” ujarnya.

Selanjutnya, diperlukan pengembangan ekonomi pesantren yang memiliki potensi besar seperti ketersediaan SDM yang punya karakter, selain itu melakukan penguatan dan perluasan ekosistem pertanian, perikanan dan peternakan di pesantren.

Kemudian, pengembangan keuangan syariah sebagai regulator untuk mendorong inovasi kebijakan dan instrumen pasar keuangan sebagai alternatif skema pembiayaan serta pendanaan syariah.

Kelima yaitu pengembangan digitalisasi menjadi keharusan untuk mendorong industri halal maupun keuangan syariah untuk mengembangkan dan mengintegrasikan pengelolaan wakaf.

“Terakhir, literasi dan edukasi pada penggunaan produk halal dan keuangan syariah yang menjadi perhatian kita bersama guna mencapai target literasi ekonomi syariah sebesar 50 persen di tahun 2025,” tutupnya.


Laporan: Rijal

error: Content is protected !!