Oknum yang Bermain Pengadaan Obat di Mubar Berpotensi Diproses Hukum

Penjabat Bupati Mubar, Dr Bahri sidak di Puskesmas Wuna, Kecamatan Barangka. Foto: Denyi Risman/Sultranesia.com.

Oknum yang sengaja bermain dalam proses pengadaan obat di Muna Barat (Mubar), Sulawesi Tenggara (Sultra) berpotensi diproses hukum.

Hal itu disampaikan Penjabat (Pj) Bupati Mubar Dr Bahri saat melakukan sidak di Puskesmas Bero, Kecamatan Tiworo Utara beberapa waktu lalu.

“Ini saya mau proses hukum nanti, tapi saya serahkan dulu kepada Inspektorat periksa. Kalau ada pidana maka polisi masuk,” tegas Dr Bahri.

Direktur Perencanaan Keuangan Daerah Kemendagri ini terlihat kesal ketika melihat berbagai macam obat yang sudah kedaluwarsa. Pasalnya, temuan obat ekspayer tersebut hampir ada di seluruh puskesmas.

Obat-obat kedaluwarsa tersebut menumpuk di gudang obat dan belum lama diterima oleh puskesmas.

“Datangnya Bulan 10 Tahun 2021 tapi satu bulan kemudian sudah expayer. Bagaimana mau diberikan kepada masyarakat kalau sudah expayer,” kesalnya.

Selain banyaknya obat kedaluwarsa yang ada di puskesmas, Bahri juga menemukan banyak obat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga ketika masyarakat berobat, mereka hanya diberi resep oleh dokter dan membeli di apotek.

“Padahal negara sudah menganggarkan bahwa obat gratis di puskesmas,” jelasnya.

Banyaknya obat ekspayer di setiap puskesmas ini akibat dari bobroknya manajemen di dinas terkait, sehingga berimplikasi pada proses perencanaan dan pengadaan yang tidak matang.

“Proses perencanaan obat di dinas terkait tidak matang. Makanya banyak obat menumpuk dan ekspayer,” ujarnya.

Direktur Perencanaan Keuangan Daerah, Kemendagri ini menjelaskan, berbicara siklus manajemen proyek maka dinas terkait harus mulai dari perencanaan, pelaksanaan termasuk pengadaan kemudian monitoring dan evaluasi.

“Itu sumber uangnya ada tiga. Ada uang DAU, DAK dan ada dari kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS secara prabayar di Puskesmas tanpa memperhatikan jenis layanan,” paparnya.

Kemudian ketika masuk dalam proses perencanaan pengadaan obat, maka pihak perencana harusnya menggunakan tiga indikator pendekatan. Pertama adalah menggunakan pendekatan konsumsi.

“Bagaimana kita melihat trend, gejala, fenomena tahun ini. Apa sih yang sering dikonsumsi (menyembuhkan penyakit) oleh masyarakat,” katanya.

Kedua, bedasarkan pendekatan epidemiologi. Misalnya, mengidentifikasi penyakit yang menjadi endemik di wilayah setiap Puskesmas.
Ketiga adalah obat esensial yang wajib ada di Puskesmas. Di situ ada 40 jenis obat yang wajib ada di Puskesmas.

“Itu dari sisi perencanaan, termasuk harus memperhatikan stok obat tahun-tahun sebelumnya dan memperhatikan jumlah kedaluearsa dan tahun kedaluwarsa obat. Ini manajemen logistik, ada persediaan tahun sebelumnya dan ada barang yang diadakan tahun berjalan,” tambahnya.

Selanjutnya, setelah masuk dalam proses perencanaan, kebutuhan obat tersebut disusun oleh puskesmas lalu direkap oleh Dinas Kesehatan. Selanjutnya Dinas menyusun rencana pengadaan barang dan jasanya. Setelah masuk di APBD maka KPA menunjuk PPK untuk melaksanakan proses pengadaan itu.

“Inilah yang perlu dicermati proses pengadaannya. Nanti setelah pengadaan, mengikuti mekanisme E-Purchasing, e-Katalog atau tender. Yang jelas kalau obat pasti e-Katalog. Setelah dilakukan proses pengadaan barang diterima oleh PPK. PPK itu menyerahkan ke bagian penerimaan obat di gudang penyimpanan obat. Dia menerima berdasarkan kontrak. Kemudian obat itu akan didistribusikan di setiap puskesmas,” jelasnya.

Setelah proses perencanaan dan pengadaan itu tuntas maka selanjutnya ada tahap monitoring dan evaluasi. Di situlah dilihat barang yang lama dan stok yang baru dibeli.

“Itulah yang menjadi bagian dari perencanaan. Kan siklusnya begitu. Oh, ternyata stok obat ini sudah ada, tahun depannya jangan lagi diadakan obat itu,” kata Bahri.

Untuk itu, Mantan Direktur Fasilitasi Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Ditjen Bina Keuangan Daerah ini, tidak paham dengan proses perencanaan di Dinas Kesehatan Mubar.

“Apa kah proses perencanaan dan pengadaan obat menggunakan pendekatan proyek atau atas permintaan di setiap puskesmas,” imbuhnya.

Olehnya itu, Pj Bupati Mubar memerintahkan Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) untuk melakukan audit keseluruhan proses mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai pada tahap penyaluran obat di setiap Puskesmas.

“Seperti apa proses logistiknya. Kalau audit proses pasti dari perencanaan, pengadaan dan PPK-nya. Kita audit, benar nggak ini. Kita kaitkan barang yang diterima dengan berita acaranya. Benar gak ini,” pungkasnya.


Laporan: Denyi Risman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!