News, Opini  

OPINI: Anak Muda dan Politik Indonesia

Andi Baso Amirul Haq

Oleh: Andi Baso Amirul Haq

Anak muda sejatinya adalah orang-orang yang terintegrasi ke dalam masyarakat pada umumnya. Mereka mempunyai ciri khas secara struktur sosial yang menganggap bahwa tidak ada kelas atas, kelas menengah lebih-lebih lagi kelas bawah, dia menganggap bahwa semua sama atau egaliter. Saat ini anak muda dianggap menjadi stereotip dalam masa depan Politik Indonesia, apalagi memasuki tahun-tahun transisi kepemimpinan atau disebut Pesta Demokrasi.

Acapkali saat ini membedakan Generasi yang sesuai dengan konteks Zamannya. Berbagai referensi-referensi barat salah satunya dari Beresfort Research menguraikan generasi dengan sebutan Baby Boomers (1986-1960), Gen X (1961-1980), Gen Y (1981-1994), Gen Z (1995-2010), Gen Alpha (2011-2024) dan terakhir adalah Gen Beta lahir diatas tahun 2025. Tentu dengan adanya pengelompokkan Generasi seperti ini dapat memudahkan kita dalam melihat arus perubahan disuatu Negara utamanya adalah Indonesia.

Dalam dunia Politik terkhusus Indonesia, berbagai pakar memberikan pernyataan bahwa Anak Muda akan menjadi penentu pada pesta demokrasi dalam beberapa tahun kedepan. Apalagi menurut hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pemilih muda akan mendominasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dengan proporsi pemilih Muda diprediksi mendekati angka 60 persen atau sekitar 190 juta warga. Dengan definisi Pemilih Muda dengan rentan umur 17 – 39 tahun.

Kesempatan dan Tantangan Anak Muda

Masih segar diingatan pada 2019 lalu Presiden Joko Widodo memperkenalkan 7 (tujuh) Staf Khusus Milenialnya yang diharapkan dapat membantu kerja-kerjanya dalam memimpin Bangsa Indonesia. Namun ditengah jalan 2 (dua) Staf Khusus Milenialnya mengundurkan diri dari jabatannya, karena adanya konflik kepentingan dan alasan-alasan lainnya.

Publik menilai Staf Khusus Milenial Presiden Joko Widodo hanya menjad Gimik belaka, dibuktikan jarangnya ada pemberitaan dan informasi keberadaannya ditengah-tengah masyarakat. Ini tentu adalah penilaian yang Subjektif dari Citizenship Digital di Indonesia.

Anak muda telah diberikan keleluasaan dengan berada disamping Pemimpin Bangsa ini, pastinya dengan keberadaan mereka akan mempengaruhi kebijakan pemerintah yang Pro kepada keberlangsungan Anak Muda Bangsa ini dan Masyarakat Indonesia secara utuh.

Dilihat dari dimensi lain bahwa hadirnya Anak Muda dalam konstruksi Politik Istana akan menjadi ancaman karena dengan mayoritas yang berbeda dengan generasinya. Tentu dengan penimpaan zamannya yang berbeda-beda.

Politik Digital Anak Muda

Anak muda menjadi aktor kunci dalam sebagian besar perubahan di Negeri ini. Mereka mempunyai konsepsi dan perspektif sendiri dalam menilai berbagai fenomena salah satunya adalah terkait hak politik. Salah satunya pada 2019 yang lalu seorang anak muda terbukti terpilih menjadi anggota DPR dari golongan anak muda yang viral karena mengirim surat ke KSAD TNI untuk meminta ajudan pribadi dari unsur TNI.

Alasannya, Hillary adalah perempuan yang masih lajang dan hidup di dunia politik yang penuh ketidakpastian. Hillary pada saat terpilih diketahui berusia 23 tahun, berasal dari Partai Nasdem, menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah memperoleh sejumlah 70,345 suara yang masuk dari berbagai pemilihan daerah di Sulawesi Utara (Sumut) pada Pemilihan Umum tahun 2019. Tentunya saat itu Hillary terpilih terbantu oleh platform digital.

Peran sentral anak muda dalam perhelatan Pemilu 2024 sangat diharapkan, bukan saja memberikan hak pilihnya namun ikut serta dalam kontestasi politiknya.

Pengaruh media sosial dalam dunia politik khususnya dalam hal komunikasi politik, terutama dalam kampanye Pemilu. Penting bagi institusi politik untuk berpartisipasi aktif dalam komunikasi politik yang berbasiskan media sosial, terutama dalam kampanye Pemilu. Media sosial selanjutnya menggambarkan sebagai sarana ideal dan basis informasi untuk mengetahui opini publik tentang kebijakan dan posisi politik, selain untuk membangun dukungan komunitas kepada politisi yang tengah berkampanye. Sejumlah penelitian menunjukkan politisi di seluruh dunia telah mengadopsi media sosial untuk menjalin hubungan dengan konstituen, berdialog langsung dengan masyarakat dan membentuk diskusi politik. Kemampuan menciptakan ruang dialog antara politisi dengan publik serta menarik minat pemilih pemula/pemilih muda membuat media sosial semakin penting bagi politisi.

Inilah yang menjadi modalitas Anak muda dalam menjadikan media sosial sebagai evolusi dalam komunikasi Politik anak muda.

2024 Momentum Anak Muda

Berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dilaksanakan pada 8 – 13 Agustus 2022, hanya 14,6% anak muda yang memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD. Kemudian 14,1% anak muda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sementara, 84,7% anak muda tidak memiliki keinginan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD. Ada pula 85,2% anak muda tidak ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Survei ini juga mengungkapkan, minat anak muda untuk ikut dalam partai politik masih rendah. Hanya 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dalam partai politik, di sisi lain, persentase anak muda yang ikut dalam organisasi kepemudaan cukup besar, yakni 21,6%.

Tentu dengan adanya survey dari CSIS ini akan menjadi trigger positif dalam pasrtipasi anak muda. Apalagi saat ini Indonesia memasuki masa yang disebut adalah Bonus Demografi yang secara sederhana dikatakan lebih banyaknya jumlah usia produktif dibanding dengan usia non produktif. Ini juga menjadi sebuah pertanda positif bagi anak muda yang secara demografinya sangat banyak dan secara pasti jika dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh akan memajukan suatu Bangsa.

Hari ini anak muda tidak lagi menjadi objek pembangunan namun sudah wajib menjadi subjek pembangunan. Tentunya anak muda kedepannya memiliki skillset yang mempuni mindset yang begitu adiptif, fleksibel, kolaboratif, complex problem solving serta memiliki karakter yang begitu inovatif.

Seperti yang ditulis oleh Ilmuan Politik Amerika Serikat Lee Drutman mengatakan bahwa titik nadir bangsa memungkinkan terjadinya perubahan arah. Saat ini kita memiliki kesempatan untuk tidak hanya mengumpulkan sisa-sisa yang retak dari apa yang telah terjadi tetapi untuk menciptakan babak baru dari sebuah Negara Demokrasi. Kita juga tidak hanya dapat berbuat baik tetapi juga harus berpikir lebih besar. Untuk menggembleng itu gerakan yang kita butuhkan, untuk berhasil menghadapi tantangan langsung kita. Kita harus bertindak sekarang dalam skala besar dan dengan strategi yang jitu. Anak muda tentunya sangat pas dalam subjek pernyataan dari Lee Drutman tersebut. Momentum Pemilu 2024 menjadi langkah awal Anak Muda dalam partisipasi demokrasi bukan hanya untuk memilih namun siap untuk dipilih.


*) Penulis adalah Ketum Badko HMI Sultra 2018-2020, dan pendiri Kolaborasi Muda.

error: Content is protected !!