Opini  

OPINI: Dirty Business Dokumen Terbang Tambang Nikel Kebal Hukum

Julianto Jaya Perdana

Oleh: Julianto Jaya Perdana

Berdasarkan data US Geological Survey,  Indonesia memiliki 4 juta metrik ton cadangan nikel atau setara dengan 5 persen cadangan nikel dunia. Sebagian besar cadangan nikel tersebut berada di Pulau Sulawesi. Kekayaan alam berupa nikel membuat Indonesia berhasil menguasai lebih dari 20 persen total ekspor nikel dunia sekaligus menjadi eksportir nikel terbesar kedua untuk industri baja negara-negara Uni Eropa.

Namun, khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara karena potensi cadangan nikel yang begitu melimpah, bahkan dirty business pun kerap dihalalkan agar cost pertambangan lebih sedikit dengan harapan mampu menghasilkan profit yang begitu banyak.

Sehingga penulis kali ini tertarik untuk mengulik dirty business dokumen terbang pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berkompromi antara penambang ilegal di wilayah eks 11 IUP yang telah dimenangkan PT Aneka Tambang di Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara.

Kompromi Pemilik IUP dalam Meloloskan Hasil Kegiatan Ilegal di WIUP PT Antam

Bahasa lapanganya dokumen terbang, atau bisnis pencucian nikel hasil kegiatan ilegal dengan kedok memalsukan surat keterangan asal barang dan hal tersebut kerap menjadi modus dalam memuluskan hasil kegiatan ilegal di Provinsi Sulawesi Tenggara. Khususnya yang paling trend di wilayah blok Mandiodo eks 11 IUP tumpang tindih yang telah dimenangkan PT Antam di Kecamatan Molawe Kabupaten Konawe Utara.

Istilah Dokter  atau Dokumen Terbang merupakan dalang utama untuk menunjang di balik keluarnya ore nickel hasil kegiatan ilegal tersebut. Mengapa demikian? Karena untuk memperoleh surat izin berlayar (SIB) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Syahbandar, asal usul barang tersebut harus ada legal standingnya salah satunya yakni dengan adanya Shipping Instruction dari pemilik IUP yang telah memperoleh persetujuan RKAB agar bisa  terjual ke pabrik pemurnian nickel (smelter) sebagai kemasan bahwa nickel tersebut benar-benar di peroleh secara legal dan tidak melanggar hukum.

Dimana kompromi antara penambang ilegal dan pemilik Kouta penjualan domestik tersebut kerap terjadi sebelum tim Bareskrim Mabes Polri, Polda Sultra, dan Gakkum KLHK sontak melakukan sidak dadakan di wilayah konsensi IUP PT Antam dalam rangka bersih-bersih ilegal mining serta aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).

Salah satu pemilik IUP tambang nikel yang diduga terlibat yakni dalam pencucian hasil kegiatan ore Nickel Ilegal yaitu PT Mandala Jayakarta (MJ) dan PT Wisnu Mandiri Batara (WMB).

Berdasarkan hasil monitoring penulis, kedua perusahaan ini diduga turut terlibat dalam meloloskan hasil kegiatan ilegal mining di wilayah konsensi PT Antam Blok Mandiodo yang dihimpun dari beberapa kegiatan houling barging, hingga SI yang diduga menggunakan dokumen yang mencatut dua nama perusahaan tersebut.

Selain itu, dilansir dari Majalah Tempo bahwa pada 31 Desember 2022 PT Mandala melakukan pengiriman ore nickel sebanyak 10.000 WMT dengan menggunakan pelabuhan PT Cinta Jaya yang bertujuan ke pelabuhan PT Bintang Delapan Indonesia, Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

Padahal kedua perusahaan ini wilayah konsensinya bukan di blok Mandiodo ataupun di Kecamatan Molawe,  Seperti PT Mandala Jayakarta wilayah konsensi IUP-nya bertempat di Desa Boenaga, Kecamatan Lasolo dan PT Wisnu Mandiri Batara di Kecamatan Langgikima.

Penambang Ilegal Ditindak, Pemilik Dokumen Kebal Hukum, Padahal Medpleger

Berdasarkan hasil monitoring penulis, dari beberapa data yang dihimpun bahwa kedua perusahaan tersebut diduga telah menyampaikan laporan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dengan ancaman 5 tahun penjara dan pidana denda paling banyak Rp 100 Miliar.

Selain itu ketentuan dugaan pemalsuan dokumen diatur juga dalam Pasal 263 Ayat 2 KUHP bahwa barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian diancam dengan pidana penjara 6 tahun.

Namun dengan munculnya Permen ESDM RI Nomor 7 tahun 2020 tentang tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan PadaKegiatan Usaha Pertambangan Minerba dan  Undang-udang sapu jagat Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja semakin memperkuat korporasi untuk tidak tersentuh bentuk tindak pidana.

Bagaimana tidak, dari ketentuan Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020 Pasal 66 huruf (b) diterangkan bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK dilarang menjual hasil penambangan yang bukan hasil penambangan sendiri dan apabila melanggar larangan tersebut pemegang IUP/IUPK hanya diberikan sanksi admnistrasi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 95 Ayat (1).

Ddari sekian bukaan hutan di wilayah IUP PT Antam berstatus kawasan hutan. Dan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI tertanggal 7 Januari 2022, terdapat bukaan kawasan hutan sebanyak 403,28 HA yang mampu mendongkrak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan (PKH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR).

Akibat dari akal bulus antara penambang ilegal dan pemilik IUP, negara mengalami kerugian banyak dari sektor pendapatan negara bukan pajak dan bukaan lahan yang tidak direboisasi. Mengutip dari Majalah Tempo bahwa aktivitas penambangan di blok Mandiodo dalam kurun waktu 2019 -2022 tedapat bukaan lahan seluas 1.354 HA dan menurut hasil investigasi Tempo sebanyak 50,8 juta WMT nikel yang terjual ke pabrik pemurnian Nikel di Morosi dan Morowali jika dikonversikan ke rupiah, pemasukan hasil aktivitas pertambangan selama kurang lebih 2 tahun menghasilkan Rp 39 Triliun.

Menurut pandangan awam penulis, bila mengacu pada hasil investigasi Tempo dalam kurun waktu 2 tahun aktivitas pertambangan di Mandiodo mampu mencetak kurang lebih Rp 39 Triliun, seharusnya utang luar negeri sudah mampu tercicilkan sedikit demi sedikit jika itu dikelola secara baik oleh PT Antam.

Kembali ke topik, padahal bila disandingkan, menurut penulis antara penambang ilegal dengan fasilitator dokumen terbang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan meski memiliki peran yang berbeda, namun naasnya adalah imbas dari ketentuan hukum positif yang berlaku hanyalah objek yang melakukan tindak pidana ilegal mining, tapi tidak pada ke turut sertaan kaki tangan yang turut terlibat dalam mencuci hasil kegiatan ilegal yang keluar pada pabrik-pabrik smelter.

Penulis juga berpandangan terhadap penegakan hukum di Sulawesi Tenggara khususnya penindakan di sektor pertambangan nikel ilegal, kinerja kepolisian dan KGakkum sudah patut diapresiasi, namun dalam membongkar kaki tangan yang turut terlibat mulai dari isu kordinasi ke beberapa aparat penegek hukum, dokumen terbang, hingga danya dugaan praktek suap dalam memberangkatkan tongkang-tongkang di Blok Mandiodo.

Dari beberapa uraian di atas, harapan penulis seharusnya aparat penegak hukum mampu menerapkan azas equality before the law, karena penambang ilegal dan penyedia dokumen IUP adalah medpleger. Dan seharusnya dari beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang penegak hukum dalam hal ini Polri mampu menerapkan Pasal 263 ayat 2 KUHP Juncto 159 UU Minerba.

Untuk sanksi administrasi. Keterlibatan Dirjen Minerba selaku yang memberikan persetujuan RKAB perlu mengkroscek perusahaan-perusahaan pemilik IUP yang memanipulasi laporan kegiatan pertambangan dan laporan penjualan domestik, karena berdasarkan hasil monitoring penulis PT MJ dan PT WMB diduga telah menyalahgunakan kuota penjualan domestiknya dengan dugaan melakukan pencucian nikel hasil kegiatan ilegal.

Akibat duet apik yang dilakukan secara masif dan terstruktur, tidak hanya menimbulkan kerugian negara dan menimbulkan potensi kerusakan lingkungan namun product hukum juga telah terlecehkan akibat bisnis kotor yang kerap dibangun oleh mafia tambang. Dalam hukum bisnis menurut Mafia Cartel Asal Mexico ‘El Chapo’ bahwa “Semua itu Ada Harganya”. Dari kutipan bahasa yang begitu mendalam jika dikorelasikan dengan isu dana koordinasi (pemulus) di wilayah Mandiodo, pendapat penulis secara hukum susah untuk dibuktikan, namun dari gimik yang beredar hal tersebut bukan rahasia umum lagi.


*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Law Mining Center dan Wakil Ketua DPD GPM Sulawesi Tenggara Bidang ESDM dan LHK.

 

error: Content is protected !!