Kendari – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah mengusut kasus dugaan suap atau gratifikasi pengurusan perizinan PT Midi Utama Indoensia yang merupakan perusahaan pemegang lisensi gerai Alfamidi.
Dalam penyidikan kasus tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Ridwansyah Taridala, dan tenaga ahli Wali Kota Kendari berinisial SM, ditetapkan sebagai tersangka pada Senin (13/3).
Keduanya langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Kendari selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidik membongkar kasus tersebut.
Penyidikan kasus tersebut nampaknya tak akan berhenti pada penetapan dua tersangka saja, penyidik Kejati disebut bakal menetapkan tersangka baru dalam kasus itu.
Pengusutan kasus ini juga disebut sebagai warning kepada pejabat agar tak menghambat investasi yang masuk di Bumi Anoa demi kepentingan pribadi.
“Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra, Dr Patris Yusrian Jaya, menyatakan pengusutan kasus ini untuk penertiban tata kelola keuangan di Pemkot Kendari khususnya, dan wilayah Sultra pada umumnya,” ujar Kasipenkum Kejati Sultra, Dody.
“Kasus ini juga jadi warning kepada penyelenggara pemerintahan atau perizinan agar tidak menghambat proses investasi oleh pelaku usaha di Sulawesi Tenggara dengan tujuan untuk mengambil keuntungan pribadi,” pungkasnya.
Kronologi Kasus
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sultra, Dody, menerangkan kronologi awal kasus dugaan suap tersebut bergulir.
Bermula pada Maret 2021, PT Midi Utama Indonesia, yang merupakan pemegang lisensi Gerai Alfamidi ingin berinvestasi di Kota Kendari dengan mendirikan gerai, lalu berniat mengurus perizinan.
Lalu terjadi pertemuan antara Wali Kota Kendari saat itu, Sulkarnain, Ridwanyah Taridala, SM, dan pihak PT Midi Utama Indonesia.
“Kemudian dilakukan pertemuan antara SK (Sulkarnain Kadir), mantan Wali Kota Kendari, dihadiri oleh tersangka RT dan SM, dihadiri pula Manager CSR PT Midi Utama Indonesia berinisial A, dan tiga pegawai perusahaan lainnya,” jelas Dody.
“Dalam pertemuan itu, salah satu pihak dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya menunjuk SM dengan ketentuan sendiri terkait dengan syarat-syarat perizinan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya UU Cipta Kerja,” sambunt Dody.
Dalam pengurusan izin yang dilakukan PT Midi Utama Indonesia, lanjut Dody, penyidik menemukan adanya dugaan pemerasan.
“Yang kami temukan adanya tindakan untuk melakukan pemerasan. Kalau (PT Midi Utama Indonesia) tidak membantu memberikan dana CSR untuk kepentingan program Kampung Warna-warni di Bungkutoko, maka perizinan akan dihambat. Karena hal tersebut, PT Midi terpaksa menenuhi keinginan para pihak tersebut,” ungkapnya.
Selai itu, para tersangka juga meminta gratifikasi berupa sharing profit dari sejumlah gerai PT Midi Utama Indonesia.
“Selain daripada itu juga, para pihak tersebut, meminta kepada PT MUI untuk menyiapkan 6 lokasi gerai supermarket dengan nama lengkap yang di dalamnya para pihak mendapat gratifikasi berupa sharing profit,” katanya
“Selain meminta gratifikasi berupa sharing profit, ada juga beberapa kegiatan yang sudah dianggarkan di APBD, tapi dimintakan kembali ke PT Midi Utaka Indonesia dan jumlahnya di-mark up sekitar Rp 721 juta,” pungkasnya.
Kegiatan yang dimaksut adalah Rencana Anggaran Belanja (RAB) Kampung Warna-warni, dimana kegiatan tersebut sudah dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Kendari 2021, dan telah di-mark up hingga 100 persen. RAB itu lah yang kemudian digunakan untuk meminta dana CSR sejumlah pelaku usaha yang berinvestasi di Kota Kendari.
Editor: Wiwid Abid Abadi