Konawe Selatan – Kampung Tanjung Lemo di pesisir Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, selama bertahun-tahun seperti tanah yang haus di bawah terik matahari. Air bersih adalah kemewahan yang harus dijemput dengan perahu, menantang ombak yang bisa kapan saja menelan harapan.
Namun, keadaan itu kini berubah berkat seorang polisi yang tidak sekadar berpatroli, tetapi juga membawa kehidupan.
Dialah Aiptu Sisran, Ps Kanit Propam Polsek Laonti, yang kepeduliannya mengalir lebih deras daripada sekadar tugas. Saat bertugas di wilayahnya, ia singgah di kampung itu untuk berwudu. Namun, alih-alih menemukan air yang mudah diakses, ia justru melihat kenyataan pahit: warga harus mengayuh perahu lebih dari satu kilometer hanya untuk setetes kehidupan.
“Waktu saya patroli di wilayah Polsek Laonti, saya singgah di ujung kampung, Tanjung Lemo. Saya mau berwudu, ternyata pengambilan air harus naik perahu lagi. Saya jadi berpikir, bagaimana warga bisa bertahan dengan kondisi seperti ini?” ungkapnya, Rabu (19/2).
Tak sekadar prihatin, Aiptu Sisran memilih untuk bermalam di kampung itu. Dari perbincangan dengan warga, ia mendengar langsung keluhan mereka. Ketika angin barat datang, air seakan menjadi ilusi. Ombak yang tinggi mengurung mereka dalam kehausan.
“Kalau angin barat datang, bisa sampai seminggu kami tidak bisa ambil air. Ombaknya tinggi, perahu bisa terbalik. Kalau sudah begitu, kami hanya bisa pasrah,” kata Mursalim, seorang warga.
Keprihatinan itu menjadi bara yang membakar tekad. Aiptu Sisran tak ingin sekadar mendengar, ia ingin bertindak. Dengan dana pribadi, ia merancang instalasi pipa dari sumber mata air di gunung. Jalannya tidak mudah. Pipa harus mendaki tebing, menembus medan yang menantang. Namun, kelelahan fisik bukan penghalang bagi seorang yang hatinya sudah tergerak.
Ia tak bekerja sendirian. Bersama warga, ia memikul semen, mengangkut pasir, dan memastikan setiap sambungan pipa terpasang dengan baik. Polisi itu bukan hanya memberi perintah, ia turun tangan langsung, berkeringat bersama warga yang selama ini berjuang sendiri.
“Beliau sendiri yang memikul semen ke atas gunung, sementara warga lain membawa pasir. Jaraknya jauh dan menanjak, tapi beliau tetap ikut bekerja,” ungkap Mursalim.
Dan akhirnya, harapan pun mengalir. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, warga tak perlu lagi bertaruh nyawa demi seteguk air. Kini, kehidupan telah hadir di depan rumah mereka.
“Alhamdulillah, sudah masuk tahun kedua musim angin barat, kami tidak perlu lagi pergi jauh mengambil air. Air sekarang sudah ada di depan rumah,” tambah Mursalim.
Aksi nyata Aiptu Sisran pun tak luput dari perhatian. Namanya kini diusulkan dalam nominasi Hoegeng Awards 2025, penghargaan bagi polisi berdedikasi yang memberi dampak nyata bagi masyarakat.
Namun bagi Aiptu Sisran, penghargaan bukanlah tujuan. Ia hanya ingin memastikan bahwa warga di wilayah tugasnya mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
“Saya cek semua sampai di gunung, saya hitung-hitung, dan saya janji akan bantu. Saya ingin warga di sini punya akses air bersih tanpa harus mempertaruhkan nyawa,” tegasnya.
Bagi warga Tanjung Lemo, Aiptu Sisran bukan sekadar aparat. Ia adalah mata air di tengah kemarau panjang mereka. Pipanya mungkin menanjak, tapi kepeduliannya mengalir tanpa henti, membawa kehidupan bagi mereka yang nyaris kehilangan harapan.
Editor: Denyi Risman