Wawonii – Manajemen PT Gema Kreasi Perdana (GKP) buka suara terkait dituding melakukan penyerobotan lahan warga di Konawe Kepulauan.
Koordinator Humas PT GKP, Marlion mengungkapkan pihaknya tidak melakukan penyerobotan lahan melainkan kegiatan pembersihan areal atau land clearing.
Dia menyebut, pembersihan di atas lahan tersebut merupakan area hutan kawasan dan masuk dalam wilayah Ijin Pinjam Pakai Kawasan hutan (IPPKH) perusahaan.
“Lahan yang dibersihkan tersebut statusnya kawasan hutan. PT GKP melakukan pembersihan di lahan tersebut karena masih lingkup areal kawasan perusahaan yang telah memilki IPPKH,” jelas Marlion, kemarin.
Marlion menambahkan, terkait adanya tanaman cengkeh yang diklaim oleh warga, PT GKP telah melakukan ganti rugi berupa ganti untung tanam tumbuh.
Ganti untung tanam tumbuh ini telah diberikan langsung kepada pemilik tanaman yang sah di lokasi tersebut.
“Kita tidak ada istilahnya jual beli lahan. Karena itu kawasan hutan dan dilarang oleh Undang-undang. Yang kita lakukan adalah ganti untung tanam tumbuh. Sebagai bentuk tali asih kita kepada warga yang sudah melakukan kegiatan bertanam di areal tersebut,” tambahnya.
Soal adanya kelompok warga yang melakukan perlawanan dan menyerang karyawan operator alat berat, Marlion menyebut itu dilakukan oleh pihak yang mengaku dan juga mengklaim sebagai pemilik lahan.
Padahal, proses ganti untung tanam telah diberikan langsung ke pemiliknya yang sah bernama Aremudin pada 9 Agustus 2023 lalu.
“Belakangan, tiba-tiba ada warga yang juga mengaku sebagai pemilik lahan tersebut yang bernama Lamiri. Sementara Aremudin dan Lamiri ini ternyata berstatus bersaudara kandung. Setelah ditelusuri, masalah belakangan yang muncul adalah masalah internal keluarga mereka. Kenapa harus perusahaan yang disalahkan. Padahal kita sudah melakukan pembayaran ganti untung tanam tumbuh,” bebernya.
Sementara itu, Laponu yang merupakan kakak tertua dari Aremudin dan kakak Lamiri, mengatakan dirinya membenarkan jika perusahaan telah melakukan ganti untung sejak 2019 lalu melalui Aremudin.
Belakangan, salah seorang adiknya yang lain, Lamiri, mengklaim bahwa lahan tersebut milik dia.
“Ya memang betul sudah dilakukan ganti untung tanam tumbuh oleh perusahaan kepada adik saya Aremudin. kemudian adik saya yang lain juga mengklaim bahwa lahan tersebut milik dia. Sebagai keluarga, kakak dari keduanya, saya akan melakukan komunikasi, musyawarah internal keluarga untuk mencari solusi dan jalan terbaik, sehingga permasalahn ini bisa segera selesai,” kata Laponu melalui Marlion.
Kronologi Warga Protes dan Rusak Alat Berat PT GKP
Sementara itu terkait perusahaan dituding melakukan intimidasi dan kekerasan juga dibantah oleh Marlion.
Menurutnya, perusahaan telah berusaha melakukan dialog dan klarifikasi kepada masyarakat yang memprotes kegiatan land clearing tersebut.
Dialog yang coba dilakukan sekitar 1 jam menemui jalan buntu. Akhirnya pihak perusahan memilih untuk pulang. Hanya saja, saat tim perusahaan akan pulang, aksi anarkis mulai dilakukan. Karyawan dilempari tanah dan lumpur.
“Pada 10 Agustus, kami datang ke lokasi. Massa sekitar 50 orang, membawa senjata tajam, parang tombak, kayu bahkan ada juga yang membawa bensin. Karena tidak ada jalan keluar, kami memilih pulang. Saat itulah aksi anarkis mulai dilakukan,” ucapnya.
Tidak hanya berhenti di situ, lanjut Marlion, massa juga mulai bergerak ke arah alat berat yang sedang beroperasi. Mereka mulai melempari alat berat dengan batu.
Dua alat berat pecah kaca dan seorang operator terkena lemparan batu, kepalanya sobek dan harus mendapatkan perawatan di klinik perusahaan.
Tidak hanya alat berat, bus yang ditumpangi karyawan yang hendak meninggalkan lokasi, juga dipecahkan kacanya. Bahkan, seorang karyawan hamper terkena parang dan tangannya terluka terkena serpihan kaca yang pecah.
“Kami ini sebenarnya korban. Sejak awal, kami sudah diintimidasi dengan sajam yang dibawa oleh mereka. Karyawan diancam, alat berat dirusak, operator terkena lemparan batu. Jadi tidak benar kalau kami yang melakukan intimidasi dan kekerasan. Justru sebaliknya. Kami adalah korban,” sambungnya.
Sementara itu, GM Eksternal PT GKP, Bambang Murtiyoso mengungkapkan, selama ini terus melakukan pendekatan persuasive dan humanis kepada masyarakat.
Pihaknya selalu mengedepankan dialog dan musyawarah, meskipun lahan yang dilakukan pembersihan merupakan hak perusahaan, karena berada di dalam wilayah IPPKH dan juga sudah dilakukan ganti untung tanam tumbuh.
Kemudian juga telah dilakukan dialog dan diskusi dengan Lamiri dan istri yang mengkalim lahan tersebut juga dengan massa lain yang saat itu melakukan protes.
“Jadi tidak mungkin kami melakukan pembersihan atau land claring kalau belum dilakukan ganti untung tanam tumbuh,” ungkap Bambang Murtiyoso.
Editor: Muh Fajar RA