Berita  

Sutradara Asal Sultra Garap Film Kebangsaan: 8 Warriors, Cinta dan Tanah Air

Jaya Tamalaki bersama timnya saat bertemu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Sutradara sekaligus penulis novel asal Sulawesi Tenggara (Sultra), Jaya Tamalaki berencana akan menggarap film kebangsaan yang berjudul 8 Warriors, Cinta, dan Tanah Air. Produksi film ini akan mengambil tempat di rumah Lodji Besar Kampung Peneleh, Surabaya.

Rumah produksi film, Golden Picture (Jakarta-Indonesia) mengabarkan pada April 2024 ini, sudah memulai tahap persiapan produksi film layar lebar bergenre drama action ini. Film yang dipastikan epik dan kolosal ini, dipercayakan pada duo sutradara, Jaya Tamalaki dan Djo Arko.

Seutuhnya film ini berdasarkan kisah nyata perang besar 10 November 1945 yang diantarkan oleh delapan sahabat pejuang. Bisa dikatakan film ini adalah versi paling mewakili Arek-arek Suroboyo yang begitu gagah berani mengorbankan nyawanya demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diraih.

Bangsa asing menyebut perang tersebut adalah salah satu tragedi paling kelam yang pernah terjadi di dunia. Para pejuang bagaikan gelombang besar tanpa henti yang terus melawan tentara sekutu di kota Surabaya, hingga menelan puluhan ribu korban jiwa dan tewasnya para petinggi sekutu.

“Cerita film ini sebenarnya sudah selesai kami tulis tahun lalu. Kronologis peristiwa dan peran tokoh-tokoh besar lainnya juga ditampilkan dengan runut dalam film nanti. Kemasan kreatif juga dibuat semenarik mungkin agar menjadi tontonan film sejarah yang fresh dan tidak membosankan,” kata Jaya Tamalaki kepada awak media, Selasa (26/3).

“Harapannya bisa menjadi salah satu pemantik jiwa nasionalisme dan cinta tanah air para generasi muda kita yang saat ini hampir terdegradasi oleh serbuan tayangan asing yang dominan, sehingga mengancam identitas kebangsaan, budaya, dan nasionalisme kita,” bebernya.

Sedangkan Djo Arko mengungkapkan film ini memiliki tingkat kesulitan tinggi yang harus disikapi dengan serius. Seperti menghadirkan kembali lingkungan Kota Surabaya pada masa lampau berikut suasana perang besarnya yang dilakoni oleh ribuan orang baik di darat, laut, maupun udara.

Tantangan berat ini, perlu konsep matang yang dipastikan akan memadukan teknis real shot dengan tehnologi visual modern atau yang populer disebut dengan CGI (Computer Generated Imagery). “Saya percaya pada team kami, akan mampu merealisasikan film mendekati suasana aslinya,” ungkapnya.

Keseriusan Golden Picture menghadirkan film kolosal kebangsaan yang berkualitas nampaknya benar-benar dipersiapkan dengan matang. Selain melakukan perekrutan tim para sineas yang professional, bahkan berani membuat studio alam untuk membangun berbagai set sudut Jota Surabaya dan beberapa gedung penting yang melekat pada peristiwa perang nanti.

“Saat itu Kota Surabaya sudah padat, ramai, dan unik. Karena itu semua prototype yang kami pilih harus dikloning dalam studio terbuka agar mirip aslinya. Untuk membangun lokasi ini, setidaknya kami membutuhkan lahan kurang lebih seluas 15 hektar. Keputusan itu harus kami buat, karena titik-titik lokasi yang asli sudah berubah total sehingga tidak memenuhi syarat lagi sebagai lokasi shooting,” ungkap Anton Firmansyah selaku produser 8 Warriors ini.

Melihat konsep yang ada, Anton menuturkan film ini bukan film biasa seperti yang pernah dibuat sebelumnya di dalam negeri. Tentu secara otomatis membutuhkan biaya yang memadai sesuai konsep besarnya. Namun, terpenting target skala perioritas adalah hasil dari film ini mampu bermanfaat besar, terutama bagi para generasi bangsa.

Setelah melakukan berbagai lawatan dan berdiskusi dengan beberapa tokoh nasional, sejarawahwan, budayawan, akademisi, dan pihak terkait lainnya, film ini mendapat respon positif dan antusiasme dari semua kalangan. Termasuk dukungan besar dari bapak Prabowo Subianto ketika menerima kunjungan tim produksi di Hambalang minggu lalu. Hal tersebut membuat team Golden Picture makin percaya diri untuk mewujudkan projek kebangsaan ini secara maksimal.

Jaya Tamalaki menambahkan selama ini yang menjadi persoalan kurang kompetitifnya film Indonesia di level nasional maupun internasional, sebenarnya bukan terletak pada SDM, tapi pada keterbatasan kemampuan dan keberanian investor, serta minimnya penulis yang handal dalam membuat karya besar.

Sebagai pengingat, tanpa perang 10 November 1945, sejarah bangsa Indonesia akan menjadi lain. Banyak yang tidak menyadari akan hakikat itu, sehingga film ini harus dibuat dan bisa memberi warna baru bagi industri perfilman tanah air.

Semoga kehadiran film 8 Warriors, Cinta dan Tanah Air ini, mampu menjadi lokomotif baru yang akan memicu hadirnya film berkualitas lainnya serta mampu menarik gerbong-gerbong film kebangsaan atau patriotime yang masih sangat dibutuhkan oleh negeri ini.

Jaya menjelaskan seperti sebelumnya, pihaknya sudah berencana menggarap film ‘Abdul & Maria’. Namun dikarenakan pihak poduser mendahulukan film ini hingga 10 November mendatang.

“Abdul dan Maria akan kita lanjutkan setelah 10 November mendatang,” pungkasnya. Rilis


Editor: Muh Fajar

error: Content is protected !!
Exit mobile version