Ratusan jenis obat kadaluarsa ditemukan di sejumlah puskesmas di Kabupaten Muna Barat (Mubar), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hal itu terungkap setelah Penjabat (Pj) Bupati Mubar Dr Bahri melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di setiap puskesmas. Kondisi ini diduga telah terjadi sejak lama, namun baru terbongkar.
Temuan obat kadaluarsa juga ditemukan di gudang penyimpanan obat yang terletak di Desa Nihi Kecamatan Sawerigadi.
Bahkan, Dr Bahri, menemukan obat yang tidak sesuai dengan pemesanan atau rencana kebutuhan obat dari puskesmas. Kondisi itu rata-rata terjadi hampir di setiap puskesmas.
“Saya nggak tahu ini ya, apakah ada permainan jumlah, karena bisa saja jumlah obat yang disampaikan itu berbeda. Ini harus kita buktikan,” ujarnya saat ditemui di kantor Bupati Mubar, Kamis (14/7).
Harusnya, kata Direktur Perencanaan Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) ini, setiap puskesmas wajib memiliki 40 jenis obat esensial. Namun faktanya obat-obat tersebut hampir tidak terpenuhi.
“Sebagian besar tidak ada dan itu diminta tidak ada barangnya,” terangnya.
Mengejutkannya, Bahri justru menemukan tumpukan jenis obat tertentu yang tidak wajib ada di setiap puskesmas.
Alumni 07 STPDN ini juga tidak mengerti seperti apa proses pengadaan obat di Mubar. Apakah pengadaannya menggunakan pendekatan proyek atau berdasarkan permintaan.
“Saya lihat obat itu menumpuk pada jenis-jenis obat tertentu. Saya nda tau ini, apakah ini pendekatan proyek atau pendekatan permintaan konsumsi di masyarakat,” timpalnya.
Menurutnya, kondisi seperti ini sangat berdampak pada masyarakat karena obat itu adalah kebutuhan utama dan kesehatan itu adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh pemerintah daerah.
“Kesehatan itu kan 10 persen, undang-undang mengamanatkan itu,” tegasnya.
Mantan Direktur Fasilitasi Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Ditjen Bina Keuangan Daerah ini menyampaikan bahwa negara telah menurunkan anggaran untuk kebutuhan obat di setiap puskesmas. Dengan anggaran itu, harusnya masyarakat mendapat pelayanan yang gratis termasuk obat.
“Ini obat yang disediakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga apa yang terjadi, masyarakat diberi resep oleh dokter lantas dia beli. Padahal negara sudah menganggarkan bahwa obat gratis di puskesmas,” imbuhnya.
Maka dalam konteks ini patut diduga ada mafia dalam proses pengadaan obat di Mubar. Olehnya itu, Bupati Mubar memerintahkan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk melakukan audit keseluruhan proses mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai pada tahap penyaluran obat di setiap Puskesmas.
“Seperti apa proses logistiknya. Kalau audit proses pasti dari perencanaan, pengadaan dan PPKnya. Kita audit, benar nggak ini. Kita kaitkan barang yang diterima dengan berita acaranya. Benar gak ini,” tandasnya.
Laporan: Denyi Risman