Konawe Selatan – Gakkum KLHK bergerak bak petir di siang bolong, menyapu bersih aktivitas tambang ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Dalam operasi ini, 14 alat berat disita, sementara para pelaku ilegal kalang kabut menghadapi jerat hukum.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun, menegaskan bahwa hasil investigasi mengungkap tambang ini beroperasi tanpa izin sah di dalam kawasan hutan negara.
“Tambang ini dikategorikan sebagai tambang ilegal di dalam kawasan hutan negara, yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif,” ujarnya, Kamis (20/3).
Bukan hanya merampas kekayaan alam, tambang ilegal ini juga mengundang bahaya besar bagi masyarakat. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan berpotensi memicu bencana tanah longsor dan banjir bandang, mengingat wilayah tambang berada di perbukitan curam yang dekat dengan pemukiman warga.
Ironisnya, ketika tim gabungan dari Gakkum KLHK, Kejaksaan Tinggi Sultra, dan Brimob Polda Sultra melakukan operasi, mereka justru mendapat perlawanan sengit. Sekitar 100 pekerja tambang ilegal dan sopir dump truck menghadang petugas, memblokade jalan, bahkan melempari kendaraan aparat.
Namun, Gakkum KLHK tak gentar. “Kami akan tetap kejar dan tindak para pihak-pihak yang terlibat, termasuk pengawas lapangan dan penanggung jawab kegiatan tambang ilegal ini, telah diketahui identitasnya dan akan segera dipanggil untuk pemeriksaan lebih lanjut,” tegas Aswin Bangun.
Di sisi lain, PT Kreasi Karbonat Utama (KKU), pemilik izin usaha pertambangan di wilayah tersebut, turut angkat bicara. Kepala Divisi Infokom PT KKU, Muttaqin, menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami juga meminta maaf kepada masyarakat sekitar atas kegaduhan yang terjadi akibat insiden ini. PT KKU sendiri belum melakukan aktivitas penambangan karena masih dalam proses perizinan, termasuk AMDAL dan PPKH, sehingga kegiatan operasional belum berjalan,” jelasnya.
Muttaqin pun menyoroti dugaan adanya aktor di balik layar yang melindungi tambang ilegal tersebut.
“Kami menduga ada pihak-pihak yang membekingi para penambang ilegal ini, sehingga mereka berani menyerobot dan mencuri batu dari lahan kami. Kami berharap aparat dapat mengungkap siapa dalang di balik aktivitas ilegal ini,” tegasnya.
Para pelaku tambang ilegal kini menghadapi ancaman pidana berat. Sesuai Pasal 89 ayat (1) huruf a jo. Pasal 17 ayat (1) huruf b UU No. 18 Tahun 2013, yang telah diubah dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mereka bisa dijatuhi hukuman 3 hingga 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp10 miliar.
Editor: Denyi Risman