Daerah  

Lagi! PT Merbau Jaya Dituding Gusur Tanah Warga Konawe Selatan Secara Sepihak

Sebuah alat berat milik PT Merbau Jaya Indah Raya meratakan kebun lada milik warga di Desa Rakawuta, Konawe Selatan. Foto: Dok. Istimewa.

Konawe Selatan – Seperti badai di tengah musim panen, warga Desa Rakawuta, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, dikejutkan oleh kedatangan alat berat milik PT Merbau Jaya Indah Raya. Tanah yang telah mereka kelola turun-temurun seketika rata dengan tanah tanpa peringatan.

Aziz, salah satu warga terdampak, menyebut konflik ini berawal dari 2010, ketika perusahaan datang menawarkan kemitraan perkebunan sawit dengan sistem plasma. Harapan pun ditabur, namun janji yang terucap tak pernah menjadi nyata.

“Berawal dari tahun 2010, kedatangannya membawa maksud menawarkan kerja sama dalam bidang perkebunan sawit kepada warga dengan cara sistem plasma. Pada saat itu pihak PT menawarkan berbagai macam keuntungan kepada warga yang mau bergabung,” ujarnya, Kamis (13/3) lalu.

Janji manis itu mencakup bagi hasil 80-20 (80% untuk perusahaan, 20% untuk warga), jaminan kesehatan, upah harian, hingga pendidikan anak sampai SMA. Namun, kenyataan berkata lain.

“Pihak PT juga berjanji 3 bulan setelah penandatanganan dan pemberian uang sip kepada warga, pihak PT akan segera mengerjakan lahan tersebut, namun hal itu tidak terwujud, hingga mencapai 5 tahun dari waktu yang dijanjikan Perusahaan,” tambahnya.

Merasa diabaikan, warga kembali mengolah lahan mereka, menanam lada dan tanaman perkebunan lainnya. Tetapi, setelah lima tahun berlalu, PT Merbau Jaya tiba-tiba datang dengan buldoser, meratakan lahan tanpa konfirmasi atau bukti perjanjian plasma yang pernah dijanjikan.

“Setelah 5 tahun tidak ada tindak lanjut, tiba-tiba saja pihak PT datang dan menggusur lahan warga tanpa memberikan konfirmasi ataupun memberikan surat jaminan plasma seperti yang telah dijanjikan dahulu kepada warga. Selain itu, lahan warga yang tidak ikut mendaftar juga ikut digusur,” ungkap Aziz.

Seakan bersenjata dokumen, perusahaan mengklaim tanah tersebut sah milik mereka dengan berbekal Berita Acara Pengukuran Lahan/Tanah (BAP), Surat Pernyataan Pengalihan/Penyerahan Penguasaan Lahan, dan Hak Guna Usaha (HGU). Namun bagi warga, kertas-kertas itu tak lebih dari ilusi hukum yang tiba-tiba muncul untuk menegaskan dominasi perusahaan atas tanah mereka.

“Dan semua bukti kepemilikannya adalah surat Berita Acara Pengukuran Lahan/Tanah (BAP), Surat Pernyataan Pengalihan/Penyerahan Penguasaan Lahan dan Hak Guna Usaha (HGU) yang dipegang oleh PT Merbau Jaya Indah Raya. Sungguh tipu daya yang luar biasa, karena sampai sekarang pun warga tidak pernah merasa menjual tanahnya,” tegas Aziz.

Menurutnya, warga memang pernah menerima uang Rp700.000 hingga Rp1.000.000 dari perusahaan, tetapi itu bukan transaksi jual beli tanah, melainkan sekadar ganti rugi tanaman. Kini, mereka menuntut hak mereka kembali.

“Kenyataan ini sangat memukul hati warga, maka dari itu warga menuntut keadilan dan menghendaki tanahnya/haknya kembali serta memutus segala hubungan dengan PT Merbau Jaya Indah Raya,” pungkasnya.

Di sisi lain, perusahaan memilih bungkam. Dihubungi melalui SMS dan telepon pada 13-14 Maret 2025, Humas PT Merbau Jaya, Mursalim, tak memberikan tanggapan.

Kasus ini bukan yang pertama. Pada 2018, sekitar 300 hektare sawah di Desa Toluonua dan Peohuko, Kecamatan Mowila, tergusur oleh perusahaan yang sama, memicu konflik berkepanjangan. Januari 2024, warga sempat bersepakat untuk “mengusir” PT Merbau Jaya dari wilayah mereka, tetapi rupanya, perusahaan tetap melaju, seolah tak tersentuh.

Kini, warga Rakawuta menolak diam. Mereka mendesak DPRD Sultra turun tangan dan meninjau kembali status HGU yang dianggap hanya menguntungkan pihak perusahaan, sementara rakyat kecil harus rela kehilangan tanahnya.


Editor: Redaksi

error: Content is protected !!
Exit mobile version