Laporan Belum Masuk, Disnakertrans Sultra Beda Suara Soal Kecelakaan di PT OSS

Ilustrasi kecelakaan kerja. Foto: Dok. Istimewa.

Kendari – Seorang karyawan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, mengalami kecelakaan kerja parah yang mengakibatkan cacat permanen.

Namun, di balik tragedi ini, muncul kejanggalan: dua pejabat Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra justru mengeluarkan pernyataan yang saling bertolak belakang soal laporan kejadian.

Korban berinisial SN (31), pekerja di Divisi Conveyor, mengalami luka berat pada telapak kaki kanannya setelah tergelincir dan masuk ke dalam mesin pemecah batu pada Rabu (7/5) pukul 09.10 Wita.

Informasi dari lokasi menyebutkan, korban dalam kondisi sadar dan sempat berjalan sejauh 10 meter dengan menahan rasa sakit untuk mencari pertolongan karena tak ada yang menyadari kecelakaan tersebut.

“Dia masih syok. Dia jalan seperti biasa, dia tahan sakitnya. Dia pergi minta tolong karena belum ada yang lihat. Sekitar 10 meter baru dilihat sama temannya,” ungkap istri korban, Esti (29), saat dihubungi wartawan, Kamis (8/5).

Korban awalnya hanya dirawat di klinik perusahaan, sebelum akhirnya dirujuk ke RS Bahteramas. Pihak keluarga menuntut agar perusahaan bertanggung jawab penuh atas kondisi korban.

“Kalau saya, jelas berharap pertanggungjawaban perusahaan sampai dia sembuh, karena suamiku ini kasihan, sudah cacat,” lanjut Esti.

Namun, ketika dikonfirmasi soal penanganan dan pelaporan kejadian tersebut, pernyataan dari pejabat Disnakertrans justru menunjukkan adanya potensi kelalaian administrasi atau lemahnya koordinasi.

Kepala Disnakertrans Sultra, La Ode Haswandy, mengklaim pihaknya telah menerima laporan awal.

“Baru masuk laporannya. Saat ini tim pengawasan masih memastikan kronologi kejadian di lapangan,” kata Haswandy melalui WhatsApp, dikutip melalui Kendarikini.com.

Namun, pernyataan itu dibantah secara tidak langsung oleh bawahannya sendiri, Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan serta K3, Asnia Nidi. Saat dimintai konfirmasi, ia menjawab pendek, “Belum ada laporan.”

Keterangan kontradiktif ini menimbulkan tanda tanya besar: laporan seperti apa yang dimaksud Kadis? Jika laporan sudah masuk, mengapa Kabid Binwasnaker sebagai ujung tombak pengawasan justru belum mengetahuinya?

Tak hanya di jajaran dinas, informasi juga kabur di internal perusahaan. Humas PT OSS, Bahar, saat dihubungi Kamis (8/5), mengaku belum tahu-menahu soal insiden tersebut.

“Belum ada impo ke saya,” ujarnya singkat.

Minimnya informasi resmi dan sikap saling tak tahu antara instansi pengawas ketenagakerjaan dan manajemen perusahaan menunjukkan potensi lemahnya sistem pengawasan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di kawasan industri besar seperti Morosi.

Kecelakaan kerja bukan sekadar musibah teknis; ia adalah cermin tanggung jawab korporasi dan efektivitas pengawasan negara. Dalam kasus SN, publik layak bertanya: siapa yang lalai, dan siapa yang bertanggung jawab?


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!
Exit mobile version