Mega Proyek, Mega Beban: Di Balik Ambisi Rp150 Miliar Pemda Muna Barat

Ilustrasi pinjaman Rp150 miliar Muna Barat. Foto: Dok. Istimewa.

Muna Barat – Pemerintah Kabupaten Muna Barat berencana mengajukan pinjaman besar Rp150 miliar dari Bank Sultra, untuk membiayai ‘mega proyek’ infrastruktur perkantoran seperti kantor bupati, gedung DPRD, dan mal pelayanan publik. Namun, rencana ini memunculkan kekhawatiran terkait ‘mega beban’ fiskal yang akan ditanggung daerah.

Kepala Bappeda Muna Barat, Raden Djamun Sunjoto, menyampaikan bahwa proyek-proyek tersebut ditargetkan selesai pada Desember 2025.

“Menurut arahan pimpinan (La Ode Darwin), bahwa kantor bupati, kantor DPR dan mal pelayanan publik ini, itu akan selesai di Desember 2025 ini. Sehingga, di awal Januari 2026 bupati dan DPRD bisa berkantor di kantor yang baru,” kata Raden dalam rapat ekspose pinjaman di DPRD Muna Barat, Senin (21/4).

Pinjaman ini direncanakan dengan tenor lima tahun dan suku bunga antara 10–11,5 persen. Total beban bunga selama periode pinjaman diperkirakan mencapai Rp41,223 miliar, dengan angsuran bunga bulanan sekitar Rp3,187 miliar dan total angsuran tahunan sebesar Rp38,244 miliar.

“Jadi simulasinya itu ada tiga bagian: angsuran tetap setiap bulan, kemudian komposisi bunga dan pokok, dan sisa pinjaman yang setiap bulan,” jelas Raden.

Namun, perhitungan tersebut belum mencakup berbagai potongan teknis. Ketua Komisi III DPRD Muna Barat, La Ode Harlan Sadia, mengungkapkan bahwa setidaknya ada 29,5 persen dana yang dipotong sebelum sampai ke kas proyek.

“13,5 persen kembali ke negara, 1 persen dipotong bank, dan ada Overhead & Profit sebesar 15 persen. Total potongan mencapai 29,5 persen,” ungkap Harlan.

“Berarti yang akan tersalurkan ke masyarakat adalah Rp102 miliar. Beban pinjaman daerah Rp240 miliar. Maka bunga lebih tinggi dari pokok,” tambahnya.

Situasi ini semakin kompleks karena rencana utang ini muncul di tengah gelombang efisiensi nasional. Tahun ini, Pemda Muna Barat harus memangkas belanja daerah hingga Rp54 miliar, termasuk pemotongan DAU untuk jalan sebesar Rp25 miliar dan DAK infrastruktur sebesar Rp29 miliar. Belanja pegawai pun menyerap 43,94 persen atau Rp334,63 miliar dari total APBD Rp761 miliar, jauh di atas ambang maksimal 30 persen versi Kemendagri.

“Total Rp54 miliar efisiensi anggaran ini nantinya akan dikeluarkan dari APBD Muna Barat tahun 2025,” jelas Raden.

Sejarah Pinjaman yang Pernah Kandas

Ini bukan kali pertama Pemda Muna Barat mencoba membuka pintu pinjaman besar. Kembali ke tahun 2021, di bawah kepemimpinan Bupati Achmad Lamani, Pemda pernah mengusulkan pinjaman sebesar Rp180 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Saat itu, DPRD Muna Barat yang diketuai Wa Ode Sitti Sariani Illaihi menyetujui rencana tersebut.

Dana itu direncanakan untuk kelanjutan pembangunan Jalan Ring Road Laworo dan pembangunan RSUD, dua proyek prioritas dalam RPJMD Muna Barat.

Namun ketika tongkat kekuasaan berpindah ke tangan Pj Bupati Bahri pada 2022, rencana pinjaman tersebut dibatalkan. Bahri menyebut alasan teknis dan beban fiskal sebagai pertimbangan utama.

“Selain itu pengajuan pinjaman ini akan membebani keuangan daerah. Bayangkan kita harus membayar delapan tahun kurang lebih Rp30 miliar. Anggaran Rp30 miliar, kalau kita buat jalan bisa 30 kilometer lebih. Saya kira kita gunakan APBD saja,” kata Bahri saat itu.

Dukungan dan Kekhawatiran DPRD

Wakil Ketua DPRD dari Partai Golkar, La Ode Aca, memberikan dukungan penuh terhadap pinjaman yang akan digunakan membangun gedung perkantoran.

“Saya dukung program ini. Kita butuh anggaran untuk membangun infrastruktur,” tegasnya.

“Perdebatan di gedung yang terhormat ini adalah hal yang lumrah terjadi. Karena ini adalah ruang politik. Namun kita satu warna.”

Nada senada juga datang dari Wakil Ketua DPRD Fraksi PKB, La Ode Amin. Ia yang sebelumnya dikenal vokal menolak utang, kini melunak. Ia melihat urgensi dari proyek ini dan menyebut semua anggota DPRD satu warna dengan pemerintahan saat ini.

“Saya jadi anggota DPRD sejak Muna Barat ini mekar, setiap kali ada pengajuan dana pinjaman saya salah satu orang yang selalu menolak. Namun kali ini saya setuju kalau ada pinjaman,” katanya.

“Kita semua kan satu warna, jadi kita sukseskan ini program.”

Namun ia mewanti-wanti: setiap pencairan dana harus transparan dan dilaporkan ke DPRD agar fungsi pengawasan tetap berjalan.

Di ujung pena itu, Rp150 miliar tengah menunggu takdir: akan menjelma gedung megah di atas tanah tak bertuan, atau hanya meninggalkan beban cicilan yang panjang di pundak rakyat Muna Barat. Pilihan itu kini berada di tangan mereka yang duduk di kursi empuk, namun harus tetap berpijak pada bumi bernama kepentingan publik.


Editor: Denyi Risman

error: Content is protected !!