Kendari – Dugaan intimidasi dan ketimpangan mencuat dari balik pagar PT Tani Prima Makmur (TPM), perusahaan sawit di Anggaberi, Kabupaten Konawe. Tiga mantan karyawan yang sebelumnya bersuara menuntut hak kini justru menghadapi tekanan balik: pemecatan, gugatan perdata senilai Rp10 miliar, dan laporan pidana ke Polda Sultra.
Selasa (22/4), ketiganya mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) HAMI Sultra di Kendari, meminta perlindungan hukum. Bukan hanya soal uang, tetapi perlawanan terhadap dugaan langkah sepihak perusahaan yang dianggap menekan kebebasan bersuara para buruh.
“Mereka meminta bantuan ke LBH HAMI, kebetulan yang digugat ini sudah dipecat, dan tidak memiliki pekerjaan lagi. Jadi kami akan mendampingi mereka secara hukum dalam menghadapi gugatan dari perusahaan,” ujar Ketua LBH HAMI Sultra, Andre Dermawan.
Dari keterangan Andre, pemecatan dan gugatan itu bermula dari aksi mogok kerja karyawan yang berlangsung hampir sepekan. Tiga eks karyawan dituding sebagai “otak” di balik aksi tersebut. Namun, LBH HAMI melihatnya secara berbeda. Aksi tersebut sah, telah disampaikan secara resmi ke berbagai pihak, dan dilandasi tuntutan normatif yang diduga tidak digubris perusahaan.
“Termaksud, tujuh hari sebelum mereka mogok kerja, sudah disampaikan ke dinas terkait, dan mogoknya itu sah. Lalu alasan mereka mogok saat itu memang karena beberapa kesepakatan yang dibuat antara perusahaan dan karyawan tidak ditindaklanjuti atau deadlock,” tegas Andre.
Namun, alih-alih menggelar mediasi, PT TPM memilih mengadili. Dengan dalih kerugian materiil akibat mogok kerja, perusahaan melayangkan gugatan fantastis: Rp10 miliar. Tak hanya itu, jalur pidana juga ditempuh.
“Jadi sangat disayangkan, perusahaan mengambil langkah-langkah seperti itu, termasud mereka melaporkan pidana. Padahal, sebenarnya hal begini bisa di mediasi, dan pada saat demo, ada kesepakatan yang dibangun, ada garansi dari perusahaan tidak akan melakukan pemecatan dan memberikan sanksi pada karyawan yang demo,” imbuhnya.
Sikap perusahaan ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi industrial. UU Nomor 9 Tahun 1998 jelas mengatur hak menyampaikan pendapat di muka umum. UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 juga mengafirmasi hak mogok kerja sebagai bagian dari mekanisme penyelesaian perselisihan.
Editor: Denyi Risman