Oleh: Andi Baso Amirul Haq, S.Farm
Sudah menjadi hal yang lumrah menyoal fenomena Politik Uang (Money Politic) di Indonesia sejak Pemilihan langsung tahun 2004 bergulir. Diyakini setiap pemilih sudah sangat paham dengan istilah itu dan tidak sungkan untuk menerima pemberian dalam bentuk uang atau barang. Hampir semua ilmuan politik sepakat bahwa politik uang adalah fenomena berbahaya dan buruk bagi keberlangsungan Demokrasi di Negara kita.
Penulis tertarik dengan teori dari Max Weber seorang Filsuf Jerman yaitu teori pilihan rasionalnya, teori ini dengan sengaja penulis gunakan untuk dijadikan pendekatan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam pusaran politik uang (Money Politic).
Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman subjek), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia. Sesungguhnya inti dari teori ini adalah pada makna yang kongkrit dari tindakan perseorangan yang lahir dari alasan-alasan yang subyektif dan bukan pada bentuk-bentuk substansial dari kehidupan bersama maupun nilai obyektif dari tindakan tersebut.
Dalam perspektif weber tindakan sosial seseorang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: Pertama, Zweckrational/Rasional Instrumental yang mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh rasionalitas sang aktor demi mencapai tujuan tertentu, seperti para politisi menganggap masyarakat hak pilihnya bisa diberi dengan uang/barang tindakan ini adalah tindakan yang telah dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai tujuan tertentu yaitu terpilih dalam Pemilihan Politik.
Kedua, Wertrational/Rasional Nilai yang mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh kepercayaan pada nilai-nilai tertentu, seperti perilaku beribadah dan berdoa bersama yang dilandasi oleh nilai-nilai agama, tindakan ini biasanya terjadi dengan dipertimbangkan terlebih dahulu karena mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki
Ketiga, Affectual yang mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh perasaan seorang individu yang sifatnya spontan, tidak rasional dan merupakan ekspresi emosional dari individu seperti dorongan rasa marah terhadap seseorang, atau tindakan yang didasari oleh rasa cinta, dan keempat Traditional mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh tradisi atau yang dilakukan berulang-ulang sejak zaman dahulu seperti mudik.
Faktor-faktor tersebut dan berupa isu-isu politik dan kandidat yang dicalonkan memiliki peranan penting dalam menentukan dan merubah refensi pilihan politik dari seseorang pemilih karena melalui penilian terhadap isu-isu dan pertimbangan rasional dari pemilih. Orientasi isu berpusat pada bagaimana memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara. Sementara orientasi kandidat mengacu pada persepsi dan sikap seorang pemilih terhadap kepribadian kandidat tanpa memperdulikan materi kandidat namun lebih kepada pilihan sadar dari masyarakat tersebut.
Smart Campaign Anak Muda
Politik uang (Money Politic) tentu belum bisa hilang di Indonesia dengan sepenuhnya, namun masalah tersebut dapat ditekan dengan cara-cara yang lebih baru.
Melihat Hasil riset dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada periode 2021 s/d 2022 bahwa tingkat Penetrasi Internet di Indonesia mencapai 77,02% yang mengalami peningkatan dari periode lalu 2019-2020 yang hanya 73,70%. Berdasarkan kategori umur 5 – 12 tahun pada angka 62,43%; umur 13 – 18 tahun pada angka 99,16%; umur 19 – 34 tahun pada 98,64%; umur 35 – 54 tahun pada angka 87,30% dan umur 55 tahun keatas pada angka 51,73%. Tentu jika kita melihat persentase penetrasi internet di Indonesia didominasi oleh Generasi Y (Gen Milenial) dan Generasi Z. Ini pula menandakan bahwa penguasaan internet akan mempengaruhi kencenderungan kampanye melalui kanal media sosial.
Strategi Komunikasi Politik adalah tentang bagaimana sebuah proses komunikasi yang terjadi di dalam pemenangan kompetisi politik oleh partai politik, atau aktor politik, oleh seorang calon legislatif atau calon pemimpin daerah, dan pemimpin negara yang menginginkan kekuasan dan pengaruh seluas-luasnya ditengah-tengah masyarakat sebagai konstituennya.
Contohnya Gibran Rakabuming Raka calon Walikota Surakarta dan terpilih pada 2021 yang lalu. Gibran yang merupakan putra pertama Presiden Joko Widodo, walaupun dia adalah anak dari orang nomor satu di Indonesia namun berbicara masalah marketing politik dan strategi yang lainnya pasti ada. Menjadi perkembangan media baru terutama media sosial dimanfaatkan oleh Gibran. Gibran sangat aktif dimedia sosial khususnya Twitter, ditwitter Gibran aktif mengomentari berbagai hal dan menjawab pertanyaan dan kritikan yang ditujukan kepada dia. Hal ini sangat menguntungkan, karena masyarakat/generasi saat ini didominasi digital native, sehingga ketika mereka melihat media dari salah satu aktor politik mereka akan membandingkan dengan media lain atau bahkan membandingkannya dengan kehidupan sehari-harinya apakah sesuai dengan yang di posting dimedia.
Inovasi komunikasi politik yang dilakukan Gibran yakni dengan campaign box/virtual box dan memanfaatkan media sosial pribadinya. Gibran dan wakilnya, Teguh punya slogan “Pemilune Slamet, Wargane Iso Ngeliwet”. Jika dilihat dari slogan pasangan Gibran Teguh, pokok utamanya adalah mengurangi angka kemiskinan.
Hadirnya media baru telah mengubah sistematika dalam berkampanye, yakni yang awalnya hanya menggunakan media luar ruangan, kini muncul inivasi-inovasi baru seperti virtual box. Kampanye di media sosial pun lebih difokuskan dan dikemas sebagus mungkin agar masyarakat tertarik. Selain itu media sosial tak terbatas ruang dan waktu, artinya jangkauannya lebih luas dan dengan waktu singkat, serta tidak memerlukan biaya yang terlalu besar.
Di DPR RI Periode 2019-2024 misalnya, cukup banyak legislator muda yang berusia di bawah 30 tahun yang terpilih melalui Pemilu. Ada Marthen Douw dari Papua yang mencalonkan diri melalui PKB dan terpilih sebagai legislator pada usia 29 tahun. Ada juga Muhammad Rahul usia 23 tahun dari Gerindra, Hillary Brigitta Lasut usia 23 tahun dari Golkar, dan masih banyak lagi. Tentunya Anak Muda ini merupakan representasi Generasinya yang menampilkan dirinya dengan hal yang baru adiptif dan juga mempunyai inovasi-inovasi.
Terpilihnya anak-anak muda tersebut merupakan cermin bahwa sistem politik Indonesia saat ini, baik partai politik maupun mekanisme Pemilu sangat open dan mendukung terlibatnya generasi muda dalam dunia politik. Kombinasi antara tokoh-tokoh senior dengan anak muda tersebut akan memberikan warna dan refreshment politik yang bagus sehingga infrastruktur politik dan suprastruktur politik nasional menjadi lebih dinamis dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Keterlibatan generasi muda Indonesia di masa yang akan datang dalam dunia politik akan sangat ditentukan oleh cara pandang mereka sendiri tentang dunia politik, serta kapasitas dan kemauan untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara langsung.
*) Penulis adalah kader muda Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra