Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menutup lembaran sengketa Pilkada Muna 2024. Seperti kapal yang kandas di karang, gugatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Muna nomor urut 2, La Ode M Rajiun Tumada dan Purnama Ramadhan, terhenti di persidangan.
Putusan MK menyatakan bahwa permohonan sengketa hasil pemilihan yang mereka ajukan tidak dapat diterima karena terbentur aturan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Sidang yang digelar pada Selasa (4/2) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK ini dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Dalam amar putusannya, Suhartoyo menegaskan bahwa MK tidak menerima permohonan yang diajukan Pemohon.
“Mengadili, dalam pokok permohonan mengajukan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.
Seperti pagar besi yang sulit diterobos, Pasal 158 menjadi penghalang bagi gugatan ini. Regulasi tersebut menetapkan bahwa selisih suara maksimal yang dapat digugat ke MK adalah 2 persen dari total suara sah.
Dengan jumlah penduduk Kabupaten Muna sebanyak 231.980 jiwa, aturan ini membatasi ruang gerak bagi mereka yang ingin memperjuangkan hasil pemilu di jalur hukum.
Namun, kenyataan berbicara lain. Dari hasil rekapitulasi, pasangan nomor urut 2 memperoleh 47.655 suara, sedangkan pasangan nomor urut 1, Bachrun dan La Ode Asrafil, mengantongi 53.908 suara. Selisih 6.253 suara atau sekitar 5,29 persen itu jauh melampaui batas yang ditetapkan.
Dengan demikian, MK menilai bahwa Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa ini.
“Menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” jelas Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan adanya ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) dalam memberikan dukungan kepada pasangan nomor urut 1.
Mereka juga menuduh bahwa pihak terkait menggunakan fasilitas pemerintah selama masa kampanye, serta adanya keberpihakan penyelenggara pemilu. Namun, argumen itu tak cukup untuk menembus benteng Pasal 158.
Harapan untuk membatalkan keputusan KPU Muna dan menggelar pemungutan suara ulang kini telah pupus. Seperti layang-layang yang putus talinya, perjuangan hukum Rajiun-Purnama terhenti di meja MK.
Pilkada Muna 2024 pun resmi berakhir, mengukuhkan kemenangan Bachrun dan La Ode Asrafil.